Beberapa hari ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan isu mengenai Ratna Sarumpaet, aktivis organisasi sosial, yang wajahnya bengkak karena dipukuli. Tapi, ternyata berita itu nggak benar sama sekali alias hoax. Ratna Sarumpaet sendiri yang mengakui kebohongannya tersebut dan meminta maaf melalui konferensi pers hari Rabu (3/10) yang lalu. Dari yang awalnya ada yang bersimpati dan membela, kini semua orang tampaknya hanya bisa geleng-geleng kepala dengan kebohongan Ratna Sarumpaet yang menyebut sendiri dirinya sebagai ‘pencipta hoax terbaik’. Ada juga yang mengusulkan tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Anti Hoax Nasional. Waduh jangan-jangan Ratna Sarumpaet bakal dijadikan Duta Anti Hoax nih seperti pada kejadian yang sudah-sudah~
Mungkin memang benar jika ada orang yang bilang bahwa sekarang Indonesia sudah berada dalam situasi ‘darurat hoax’. Tidak lagi bisa dianggap remeh, hoax tampaknya bisa memecah belah bangsa. Padahal sebenarnya sudah ada hukum yang mengatur perihal hoax ini lho guys. Ancaman penjara bagi pencipta maupun penyebar hoax juga tidak main-main. Mungkin karena banyak yang tidak tahu, akhirnya hanya sedikit yang melaporkan dan diproses. Baca lebih dalam mengenai hoax bersama Hipwee News & Feature yuk~
ADVERTISEMENTS
Di tengah duka karena bencana alam di Sulawesi Tengah, Ratna Sarumpaet malah hadir dengan kebohongannya yang tersebar melalui media sosial
Benar kata orang bahwa satu kebohongan hanya akan mengarahkan kepada kebohongan lainnya. Ratna Sarumpaet, seorang aktivis dalam organisasi sosial yang juga aktif di dunia politik, membuat kehebohan setelah mengucapkan kebohongan. Dia mengatakan bahwa wajahnya bengkak karena dipukuli, padahal sebenarnya dia melakukan operasi plastik. Dengan cepat berita bohong tersebar dan membentuk presepsi masyarakat. Setelah kondisi makin kacau, dia akhirnya mengakuinya dan meminta maaf pada publik. Kebohongan seperti ini kok rasanya nggak pantas dilakukan apalagi dalam kondisi bangsa yang sedang berduka akibat bencana alam.
ADVERTISEMENTS
Bahaya berita hoax ternyata sudah disadari pemerintah sejak tahun 1946. Buktinya, ada lho undang-undang mengatur berita hoax yang diresmikan tahun tersebut
Berita nggak benar alias hoax punya banyak dampak buruk lho. Berita hoax bisa membuat orang-orang jadi salah presepsi terhadap masalah tertentu dan efek jangka panjangnya adalah menimbulkan perpecahan. Sejak lama, pemerintah sudah sadar akan bahaya penyebaran berita nggak benar. Sampai-sampai, pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, berita bohong yang menyebabkan keonaran dibahas beserta sanksi pidananya. Tuh, pemerintah Soekarno 72 tahun silam aja sudah sadar bahayanya berita hoax lho~
ADVERTISEMENTS
Hukuman pidana untuk pelaku penyebaran hoax juga nggak main-main. Hal itu melanggar undang-undang dan bisa dipidana paling lama 10 tahun
Ada dua peraturan perundang-undangan yang bisa menjerat pelaku persebaran hoax lho. Yang pertama adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan kedua adalah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Hukuman pidananya bisa sampai 10 tahun penjara lho! Jadi, mengucapkan kebohongan lalu menyiarkannya sampai menimbulkan keonaran berupa kebencian dan permusuhan itu hukumannya nggak main-main.
ADVERTISEMENTS
Andai aturan hukum tentang hoax ditegakkan lebih tegas, bisa jadi persebarannya terus berkurang. Nggak akan lagi berita hoax muncul di grup chat deh~
Coba deh cek di grup chat, ada berapa banyak pesan broadcast yang dikirim oleh salah seorang anggota grup tersebut tapi kebenarannya diragukan. Bahkan kebanyakan isi pesan tersebut meresahkan. Ah rasanya miris kalau menyadari bahwa di lingkungan kita masih banyak berita nggak benar yang beredar. Kalau hukum soal berita nggak benar itu ditegakkan lebih tegas, bisa jadi kita akan lebih berhati-hati dalam menyikapi dan menyalurkan berita-berita tersebut.
Saat ini sudah ada beberapa orang yang ditangkap terkait penyebaran berita hoax. Dilansir dari Kompas, seorang ibu asal Sidoarjo yang membuat tulisan tentang potensi gempa besar di pulau Jawa terutama DKI Jakarta serta warga Batam yang menyebarkan berita bohong tentang gempa dan tsunami di Donggala dan Palu. Mereka terancam menghabiskan waktu bertahun-tahun di bui akibat tulisan mereka di media sosial lho.
Semoga dengan penangkapan mereka dan kasus #KebohonganRatna, rakyat Indonesia bisa belajar buat nggak mudah percaya dengan informasi yang tersebar di masyarakat. Kita juga nggak seharusnya membuat berita hoax yang bisa meresahkan karena penjara menanti pelakunya.