Pandemi Covid-19 sudah hampir satu tahun melanda Indonesia. Kendati demikian, penanganan yang diupayakan pemerintah masih belum bisa dikatakan berhasil. Hingga artikel ini ditulis, Indonesia mencatat 1,19 juta kasus terkonfirmasi.
Para ahli sepakat kalau remaja merupakan kelompok kunci pemutus mata rantai penyebaran virus. Tapi sayangnya, intervensi pemerintah dalam bentuk penyediaan informasi khusus remaja masih sangat terbatas.
Remaja punya permasalahan yang kompleks di tengah pandemi ini
Seperti yang mungkin nggak diketahui banyak orang, remaja adalah kelompok dengan permasalahan yang kompleks di tengah pandemi ini. Oleh karena itu, penyediaan informasi khusus remaja menjadi sangat dibutuhkan sebagai bekal menghadapi kondisi serba baru ini.
Dokter spesialis anak sekaligus ketua Asosiasi Kesehatan Remaja (AKAR) Indonesia, dr. Fransisca Handy, Sp.A, menjelaskan isu yang dihadapi remaja saat ini bukan hanya soal penularan virus, melainkan juga beberapa dampak sekunder yang turut hadir karena pandemi.
“Permasalahan remaja selama pandemi Covid-19 sangatlah kompleks. Isu yang dihadapi bukan hanya terkait penularan, tetapi juga dampak sekunder dari pandemi itu,” kata dr. Fransisca dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/2/2021).
Ia menjelaskan setidaknya ada tiga dampak sekunder yang turut jadi permasalahan remaja di luar soal penularan virus. Yang pertama adalah terkait perkawinan anak yang rentan dialami remaja putri. Hal dibuktikan lewat data pemerintah yang menunjukkan terdapat lonjakan permohonan dispensasi menikah usia anak selama Januari hingga Juni 2020 yakni sebesar 24 ribu anak.
Kedua, pembatasan sosial berskala besar berdampak pada berkurangnya ruang untuk aktivitas remaja. Remaja yang tadinya bisa aktif melakukan aktivitas fisik menjadi terbatas di rumah dan rentan memicu kegemukan. Hal ini patut jadi kekhawatiran, karena berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 saja 28% remaja Indonesia dinyatakan mengalami obesitas.
Dampak sekunder ketiga adalah soal kesehatan jiwa remaja. dr. Fransisca mengatakan remaja yang mengalami depresi di masa pandemi ini akan rentan mengalami perburukan. Pernyataan tersebut senada dengan hasil studi Nature Human Behavior yang menunjukkan peningkatan angka bunuh diri di Jepang selama gelombang kedua pandemi.
“Studi yang diterbitkan oleh jurnal Nature Human Behavior di Jepang menunjukkan angka bunuh diri melonjak 16% selama gelombang kedua pandemi, yakni Juli hingga Oktober 2020, kata dr. Fransisca.
Nah, untuk dapat mengatasi pelbagai permasalahan tersebut, yang dibutuhkan remaja adalah informasi komprehensif berbasis bukti. Permasalahan yang dijelaskan dr. Fransisca di atas bukan masalah sepele, lo. Karenanya informasi yang akurat menjadi penting.
AKAR Indonesia bersama ChildFund akan luncurkan buku menyikapi keterbatasan informasi terkait pandemi Covid-19 khusus remaja
Oleh karena intervensi pemerintah kepada remaja masih sangat terbatas, AKAR Indonesia bersama ChildFund berinisiatif menyediakan informasi yang dibutuhkan remaja terkait pandemi Covid-19 secara komprehensif, melalui buku berjudul “Aku Siap Hadapi Covid-19” yang akan diluncurkan pada Minggu 14 Februari 2021.
Buku tersebut berisi beragam informasi termasuk tips dan trik melewati masa-masa sulit dengan tetap logis dan sehat, di antaranya informasi tentang penggunaan gawai dan kekerasan berbasis online, tantangan berolahraga dari rumah, makanan sehat, hingga cara mengelola emosi bagi remaja.
Program Direktur ChildFund International Indonesia, Grace Hukom meyakini remaja punya peran penting sebagai agen perubahan dalam komunitasnya masing-masing, termasuk dalam menyikapi pandemi. Apa yang disampaikan remaja di dalam lingkup pertemanan bisa jadi akan saling mempengaruhi. Hal ini karena remaja cenderung lebih terbuka kepada sesama teman dibanding orang tua.
Oleh karena itu, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membekali diri remaja dengan informasi yang berbasis fakta, biar nggak keliru dalam menjalankan peran sebagai agen perubahan, dan agar lebih siaga dalam menyikapi pandemi.
“Remaja memiliki peran penting sebagai agen perubahan di komunitasnya masing-masing. […] Buku ini sebagai bentuk kasih sayang kami kepada remaja Indonesia,” kata Program Direktur ChildFund International Indonesia, Grace Hukom.
Nah, buat kamu yang penasaran sama buku “Aku Siap Hadapi COVID-19”, silakan pantengin media sosial @akar_inaha pada hari Minggu 14 Februari 2021, pukul 14.00 hingga 16.00 WIB. Akan ada sesi ngobrol bareng penulisnya juga, lo.