Bagi para korban, bencana alam gempa bumi di Lombok, NTB masih jauh dari kata usai. Apalagi dengan karakteristik gempa bumi yang tidak bisa diprediksi kedatangannya, masyarakat selalu dihantui rasa takut, panik, hingga trauma. Banyak dari mereka memilih untuk mengungsi karena terlalu takut untuk pulang ke rumahnya sendiri. Hingga tanggal 12 Agustus 2018 lalu, BNPB mengumumkan bahwa terdapat 387.067 pengungsi. Bantuan untuk pengungsi yang datang dari berbagai kalangan di Indonesia pun sudah disalurkan demi menopang kehidupan mereka. Menariknya, cara memberi bantuan untuk korban gempa bumi ini bermacam-macam salah satunya adalah dengan mengajak mereka untuk memecahkan masalah mereka sendiri.
Akun Twitter @hariadhi membuat gebrakan baru. Dia nggak hanya memberi bantuan saja, tetapi juga memberdayakan pengungsi melalui gerakan #3lauk10ribu. Kondisi pengungsi memang takut, panik, dan trauma tetapi kehidupan warga tetap berjalan sehingga menurut penggagas gerakan tersebut, gempa bumi di Lombok masih bisa dianggap bukan bencana nasional. Hal ini memungkinkan gerakan #3lauk10ribu bisa diterapkan. Seperti apa sih gerakan #3lauk10ribu ini? Yuk simak bersama Hipwee News & Feature.
ADVERTISEMENTS
Akun Twitter @hariadhi, menceritakan kisahnya yang memberdayakan pengungsi korban gempa bumi di Lombok dengan gerakan #3lauk10ribu
Gerakan #3lauk10ribu ini dilakukan dengan membuat makanan untuk para pengungsi. Total biaya yang dihabiskan untuk membuat makanan nggak lebih dari Rp10.000,00 per porsinya. Biaya segitu bisa kok digunakan untuk memasak nasi dengan lauk pauknya. Nggak main-main, lauk pauk yang dimasak bahkan bisa mencapai tiga jenis termasuk sayurnya. Yang mengolah masakannya juga pengungsinya. Ini sekaligus dilakukan untuk memberdayakan pengungsi. Jadi disini berlaku istilah “dari kita untuk kita’ deh.
ADVERTISEMENTS
Ia mengajak pengungsi membuat makanan untuk 100 porsi dengan biaya total sekitar Rp700ribu saja. Sisa budget dibagikan ke ibu-ibu yang memasak
Pada kisahnya, @hariadhi menceritakan bahwa ia membeli 4 kilogram tuna dengan harga Rp230ribu, 15 papan tempe yang dibanderol dengan harga Rp15ribu, lebih dari 100 butir telur yang ditebus dengan harga Rp160ribu, beras 25 kilogram seharga Rp250ribu, serta bumbu dan sayuran yang menghabiskan dana Rp80ribu saja. Total biayanya nggak sampai Rp1juta lho! Bahkan hanya menghabiskan sekitar Rp700ribu untuk membuat makanan sebanyak 100 porsi. Sisanya dibagikan kepada ibu-ibu yang turut serta memasak.
ADVERTISEMENTS
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan ternyata dibeli juga dari korban gempa bumi di Lombok yang masih berjualan lho
Ikan tuna, telur, beras, dan tempe semuanya dibeli dari sesama korban gempa bumi yang masih berjualan. Ketika diberitahu bahwa bahan makanan tersebut digunakan untuk memberi makan pengungsi, para penjual sangat senang dan memberikan diskon khusus. Ini menguntungkan perekonomian pedagang lho. Dagangan mereka laris dan uang mereka berputar sehingga bisa digunakan untuk membeli barang dagangan lagi. Nggak hanya mereka yang untung, kuli panggul juga ikut kecipratan rejeki karena membantu membawa barang belanjaan ke kawasan pengungsian.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Langkah seperti ini menginspirasi untuk nggak menjadikan korban bencana sebagai objek pasif, tetapi sebagai subjek yang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri
Ada lho yang datang ke sana bukan cuma memberi bantuan saja, tapi juga mengambil gambar para pengungsi disana. Sebenarnya, mereka bukanlah objek pasif untuk difoto saja, tapi adalah manusia, subjek yang pastinya bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Bantuan bahan makanan dan kebutuhan pokok memang diperlukan, tetapi bantuan juga bisa diberikan dalam bentuk suatu langkah yang sifatnya berkepanjangan lho. Nggak hanya dengan gerakan #3lauk10ribu aja, ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya nih, membantu dengan memberikan bekal keterampilan dengan bahan baku lokal, terutama untuk pengungsi yang kehilangan mata pencahariannya.
Meski di tengah bencana alam, harapan itu selalu ada kok.