Selain polusi udara, air, tanah dan suara, ternyata ada satu lagi polusi yang jarang kita sadari karena terkesan sepele. Yup, polusi cahaya. Meski terdengar sepele, setiap malam sebenarnya kita sudah terpapar polusi cahaya tanpa menyadarinya. Dan hal itu memiliki dampak yang mengerikan bagi tubuh jika berlangsung dalam jangka panjang.
Polusi cahaya terjadi ketika keadaan cahaya tersedia dalam intensitas berlebih dan nggak dibutuhkan oleh tubuh atau ruang tertentu. Ketika tubuh terpapar cahaya tersebut dalam jangka panjang, maka obesitas dan kanker adalah dua penyakit yang mengintai. Penyebab polusi cahaya ini bisa berasal dari lampu, layar gawai, televisi, dan reklame neon yang banyak nangkring di kota-kota besar sebagai bagian dari kehidupan modern.
ADVERTISEMENTS
Mereka yang terpapar cahaya artifisial pada malam hari lebih beresiko terserang obesitas dan kanker
Melansir dari The Conversation, riset di Amerika Serikat telah membuktikan bahwa 71% dari 43 ribu partisipan perempuan sehat, mengalami obesitas karena kebiasaan tidur dengan paparan cahaya lampu dan televisi pada malam hari.
Sementara di Spanyol, riset yang melibatkan 2.600 perempuan dewasa (47% pengidap kanker payudara dan 53% sehat), dan 1.500 laki-laki dewasa (41% pengidap kanker prostat dan 53% sehat), membuktikan bahwa hampir seluruh partisipan penderita kanker adalah mereka yang paling sering terpapar cahaya artifisial di malam hari.
ADVERTISEMENTS
Polusi cahaya terbukti mampu mengacaukan metabolisme tubuh
Sederhananya, tubuh manusia mempunyai sistem untuk mengatur aktivitas setiap organ. Organ tertentu hanya aktif bergantung kepada jam biologisnya, atau menyelaraskan dengan ritme terang-gelap bumi. Seperti hati yang bekerja pada pukul 23.00-03.00, begitu pula miliaran sel dalam tubuh yang mengikuti perputaran jam biologis yang bergantung kepada informasi terang-gelap yang ditangkap mata.
Jika sepanjang malam tubuh terpapar cahaya, berarti saraf mengirimkan informasi yang kacau kepada pusat jam biologis, sehingga miliaran sel dipaksa beraktivitas di luar jam yang seharusnya. Bayangkan jika sepanjang malam tubuh terpapar cahaya, dan misal, fungsi kerja hati menjadi kacau karena merasa “salah waktu”?
ADVERTISEMENTS
Kekacauan metabolisme tubuh terbukti mampu memicu obesitas
Umumnya, tubuh memasok energi dan secara bersamaan melakukan pembakaran energi pada siang hari. Selain itu, pada siang hormon pemacu aktivitas sel tubuh diproduksi dalam kadar lebih tinggi. Sementara pada malam hari, pola kerja pembakaran energi dan produksi hormon beristirahat dan menurun drastis.
Sehingga, ketika tubuh menerima sinyal yang salah karena ritme jam biologis organ terganggu, maka sistem keseimbangan energi juga akan bermasalah. Alhasil, sementara pembakaran energi menurun di malam hari, nafsu makan jadi lebih meningkat.
Hal ini pada akhirnya akan berakibat kepada bertambahnya berat badan dengan tumpukan lemak yang semakin banyak, penyebab awal dari pengidap obesitas.
ADVERTISEMENTS
Obesitas menjadi sarang empuk bagi kanker untuk berkembang
Faktanya, mereka yang mengidap obesitas berkemungkinan lebih besar untuk terserang kanker. Terlepas dari fakta itu, teori para ahli telah membuktikan bahwa polusi cahaya juga berkontribusi terhadap perkembangan sel kanker. Masih melansir dari The Conversation, paparan cahaya pada malam hari mampu menghambat produksi hormon melatonin, yang salah satunya fungsinya adalah pengontrol kenormalan pembelahan sel di payudara, saluran pencernaan dan prostat.
Hormon melatonin ini hanya bisa diproduksi otak dalam suasana gelap. Sedangkan sinyal polusi cahaya pada malam hari, walaupun berintensitas rendah, cukup untuk menghambat produksinya.
Ketika tubuh kekurangan hormon melatonin, proses pembelahan sel di payudara maupun prostat menjadi tak terkendali, sehingga beresiko untuk berkembangnya sel-sel kanker.
ADVERTISEMENTS
Minimalkan penggunan dan paparan cahaya di malam hari
Memang, resiko yang ditimbulkan polusi cahaya ini nggak langsung seperti polusi udara yang bikin dada sesak. Namun, bukan berarti boleh disepelekan karena penyakit yang mengintai sungguh mengerikan. Mulailah mengurangi paparan cahaya pada malam hari dengan cara tidur dalam keadaan gelap, atau dengan cahaya yang paling redup.
Membatasi interaksi dengan segala perangkat elektronik seperti gawai dan tv pada malam hari juga penting. Selain menjauhkan diri dari resiko penyakit akibat polusi cahaya, kualitas tidur pun akan meningkat karenanya. Imbangi pola hidup dengan rutin berolahraga, mengkonsumsi asupan nutrisi berantioksidan tinggi dan menyempatkan diri untuk berjemur di bawah matahari pagi minimal 30 menit. Karena matahari pagi terbukti mampu memulihkan kekacuan pada pusat jam biologis.
Seperti kata Rhoma Irama, begadanglah kalau ada gunanya saja. Sebab kehidupan modern memang nggak bisa dilepaskan dari segala cahaya, maka meniadakan cahaya artifisial pada malam hari cukup mustahil dilakukan. Apalagi bagi mereka yang berkegiatan pada malam hari, solusinya hanya meminimalkan.