Bahaya oversharing | Illustration by Hipwee via www.hipwee.com
“Media sosial itu ibaratnya rumahmu. Semua kegiatan ada di dalamnya, tapi tidak sembarang kegiatan perlu dibagikan. Urusan pribadi rasa-rasanya tidak perlulah diumbar.”
Semakin maju teknologi yang kita cecap hari ini, semakin gesit pula perkembangan platform digital menyesuaikan target pasar dengan fitur-fiturnya. Sebut saja Instagram yang tidak pernah kehabisan peminat. Fitur-fitur kekinian yang ditawarkan tidak sanggup ditolak para penikmat platform satu ini.
Berbeda dengan sejumlah platform terdahulu, Instagram menjanjikan para penggunanya untuk bisa berbagi baik kabar maupun informasi pribadi yang tidak hanya berbentuk teks saja, tetapi juga dalam bentuk gambar dan video pada pengikutnya.
Selain memudahkan terkoneksi dengan relasi baru, Instagram juga berperan aktif dalam memajukan bisnis dan menciptakan peluang pasar yang bersaing. Tidak berhenti di situ, Instagram nyatanya mempermudah pengguna untuk berbagi aktivitas terkini melalui siaran live, foto, video maupun yang terbaru menggunakan fitur reels.
Bijak dalam membagikan setiap aktivitasmu di dunia maya | Photo by Lisa on Pexels
Namun, ada satu hal yang membuat saya bertanya-tanya, amankah kita berbagi di sana?
Seperti kita ketahui, tidak semua pengikut di media sosial adalah orang-orang yang familier bagi kita alias lebih dari setengahnya kemungkinan besar merupakan orang-orang asing. Meski memang Instagram menjamin keamanan data pribadi, tapi sadar atau tidak, terkadang kita sendirilah yang membagi-bagikan data dan informasi pribadi itu. Sekali tekan tombol share, hanya butuh sepersekian detik untuk informasi dan aktivitas kita tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Mirisnya, dewasa ini rasa-rasanya makin terasa janggal dan kurang afdol bila membagikan satu aktivitas saja. Sehingga, sadar atau tidak, dalam sehari seseorang bisa membagikan aktivitasnya sampai tiga kali atau malah lebih. Unggahannya pun beragam, mulai dari liburan, menghadiri acara, atau terkadang hal-hal sepele seperti unboxing paket yang dibungkusnya masih tertera alamat lengkap.
Setelah saya renungkan kembali, fenomena oversharing bagai pisau bermata dua. Bisa dikatakan positif bila niatnya hanya memberikan kabar atau membagikan informasi yang menambah wawasan. Akan tetapi, sisi negatifnya tidak kalah mencengangkan. Fenomena oversharing membuka peluang besar untuk hal-hal yang tidak diharapkan terjadi dan mungkin orang masih menyepelekan risiko ini.
Untuk itu, yuk, simak 6 renungan akan bahaya apa saja yang mengintai apabila terlalu berlebihan dalam membagikan aktivitasmu di media sosial. Mungkin, selama ini ada yang belum pernah kepikiran.
Jagalah identitas diri di media sosial karena rentan dicuri | Photo by Kaboompics .com on Pexels
Meski identitas pribadi dijamin aman oleh pihak penyedia platform, adakala kita sendirilah yang membocorkan identitas tersebut. Entah itu dalam bentuk foto ataupun video. Entah sengaja maupun tidak.
Contoh, kamu ingin mengabarkan kepada seluruh dunia bahwa kamu lulus dari universitas tempatmu mengenyam pendidikan dengan mengunggah foto ijazah lengkap mulai dari nama hingga nomor ijazah. Malamnya, kamu mengunggah video pesta perayaan kelulusan di rumah dan menyisipkan lokasi juga alamat yang disertai nomor rumahmu. Bagi seseorang yang mempunyai niat jahat, tentu saja mudah baginya untuk mencuri identitas pribadimu yang dapat digunakan untuk kepentingan negatif, seperti membobol tabungan atau kartu kreditmu.
Memang, ada baiknya hal-hal yang bersifat sangat pribadi disimpan sendiri dan tidak dibagikan meski demi kepentingan konten media sosial. Sebab, sekecil apapun identitas yang disebarluaskan, tidak menutup kemungkinan dapat mengundang bencana yang sebelumnya tidak pernah kamu duga-duga.
ADVERTISEMENTS
2. Lebih mudah menjadi objek penipuan
Harti-hati! oversharing bisa berujung jadi korban penipuan | Photo by Artem Beliaikin on Pexels
Hati-hati untuk kamu yang senang membagikan informasi pribadi di media sosial. Mengapa? ‘Apa yang kamu tebar, itu pula yang akan kamu tuai,’ ternyata juga berlaku di sini. Apa yang kamu bagikan di media sosial boleh jadi membuatmu rentan menjadi objek penipuan, cybercrime.
Di luar sana, alangkah banyak hacker atau peretas informasi bertebaran. Tujuan mereka? Tentu saja memperoleh keuntungan dari informasi pribadimu. Mereka melakukan penelusuran informasi dan mendapatkan data-data yang dibutuhkan seperti alamat surat elektronik bahkan kontakmu. Selanjutnya, mereka akan mengirim e-mail yang berisi penipuan. Parahnya lagi, mereka tidak segan-segan melakukan voice pishing atau pemerasan.
Maka dari itu, cobalah belajar bijak dalam memilah dan memilih informasi yang akan kamu bagikan di media sosial. cobalah untuk tidak membagikan informasi diri, dokumentasi pribadi, dan informasi-informasi lainnya yang dapat memicu penyalahgunaan.
ADVERTISEMENTS
3. Stalker meningkat drastis
Stalker mengintaimu di mana-mana. Serem~| Photo by Kevin Paster on Pexels
Apa tujuanmu ketika mengunggah sesuatu di media sosial? Untuk mengabarkan pada pengikutmu bahwa kamu baik-baik saja? Atau ingin menaikkan jumlah viewer maupun follower? Alih-alih menambah jumlah viewer ataupun follower, bisa-bisa kamu justru dikuntit oleh stalker. Bukan cuma akunmu saja yang dikepoin, tapi bisa juga sampai ke hal-hal yang pribadi. Hii~
Kita tidak bisa mengontrol pikiran dan niat seseorang, begitu pula kasusnya di media sosial. Kita tidak bisa mengontrol apa yang diperbuat seseorang setelah menyaksikan unggahan kita. Ada banyak kasus di mana orang asing bukan sekadar menguntit tetapi juga sering mengirimi seseorang pesan-pesan ancaman. Parahnya lagi, orang asing atau stalker tersebut terobsesi untuk mencari tahu kehidupan dan keberadaan orang tersebut di dunia nyata. Mengerikan, bukan?
ADVERTISEMENTS
4. Rentan mengalami cyberbullying
Waspada! Oversharing dapat memicu cyberbullying | Photo by Nataliya Vaitkevich on Pexels
Segala bentuk informasi yang disebarkan di media sepenuhnya menjadi konsumsi publik. Senang atau tidak, pasti akan mengundang beragam jenis komentar. Entah itu komentar positif atau negatif. Sebagai si pengunggah, kamu mungkin mengharapkan komentar-komentar positif seperti pujian atau feedback membangun. Namun, apa jadinya jika komentar yang dituliskan berisi nada-nada negatif, bahkan cyberbullying?
Mungkin ada sebagian orang bilang, “Matikan saja kolom komentar. Selesai.” Atau “Setting saja agar tidak ada satupun orang me-reply story.” Andai saja bisa semudah itu.
Bagaimanapun, seseorang yang oversharing rentan mengalami cyberbullying. Ada banyak pemicunya, boleh jadi karena pengikutnya jengah mendapati orang tersebut terlalu rajin mengunggah informasi pribadi atau memang ada rasa tidak suka luar biasa. Dampak dari cyberbullying pun tidak main-main, bahkan mampu membuat seseorang merasa rendah diri atas pencitraan negatif yang membebani pikiran dan perasaannya.
Untuk itu, agar mental dan pikiran kita sehat, mari lebih bijak membagikan apa-apa yang pantas dan tidak pantas, wajib atau tidak wajib dibagikan di media sosial.
ADVERTISEMENTS
5. Tidak menutup kemungkinan berpengaruh juga pada kondisi mental
Oversharing bisa memparah rasa kesepian | Photo by mikoto.raw Photographer on Pexels
Biasanya, orang-orang yang melakukan oversharing dilatarbelakangi adanya perasaan kesepian, tidak mendapatkan perhatian, atau tidak ada tempat baginya untuk bercerita. Sehingga, orang tersebut melampiaskan perasaan-perasaan tersebut dalam bentuk unggahan di media sosial semata-mata untuk memperoleh perhatian dan pengakuan.
Ada pula di antaranya orang-orang yang memiliki kepercayaan diri rendah lantas membagikan informasi pribadi seperti daily life dengan tujuan agar bisa membuatnya lebih percaya diri. Juga, ada yang terlalu sering membagikan unggahan dan mengubahnya menjadi pribadi yang narsis. Ia mengharapkan pujian di sana-sini, merasa dirinya yang paling baik, dan semacamnya.
Padahal, ada banyak sekali bahaya dari oversharing yang dapat mengintai kesehatan mental seseorang. Contohnya, menyebabkan kecemasan. Cemas ketika kiriman tidak mendapatkan tanda suka, cemas ketika unggahan mendapatkan cibiran, dan cemas kalau-kalau informasi yang dibagikan tidak diterima. Kecemasan ini menjadi bumerang bagi mereka.
Jika sudah begini, ada baiknya untuk menghentikan oversharing. Cukup unggah hal-hal yang dirasa perlu saja. Bila tingkat kecemasan sudah membahayakan, kamu bisa puasa media sosial sementara waktu.
6. Berpengaruh pada masa depan pekerjaan
Ternyata, oversharing bisa memengaruhi masa depan dan kariermu | Photo by Plann from Pexels
Yup! Kamu nggak salah baca.
Mengapa ketika melamar pekerjaan, terkadang kamu dimintai akun media sosial? Boleh jadi, itu untuk keperluan tracking jejak digital kamu. Kini ada banyak sekali perusahaan yang melihat jejak digital dari calon karyawan untuk mencari tahu apakah kamu orang yang bisa diandalkan, bagaimana kehidupan sehari-harimu, dan sebagainya. Siapa yang tahu, kan?
Oleh karena itu, kamu harus pintar sekaligus bijak dalam membagikan informasi pribadi karena sangat berpengaruh pada masa depanmu. Ciptakan reputasi yang baik dengan memilah dan memilih informasi yang akan dibagikan. Tidak mau, kan, ditolak dari pekerjaan hanya karena rekam jejak digital yang dinilai buruk?
Itulah enam renungan mengenai bahaya oversharing yang bisa dijadikan reminder ketika kamu ingin membagikan aktivitas atau informasi pribadi di media sosial. Pintar dan bijak adalah pijakan utama bagimu untuk lebih dewasa dalam bermedia sosial.