Warga Yogyakarta baru saja berduka sebab mereka telah kehilangan sosok bernama Mbah Lindu. Nenek bernama lengkap Biyem Setyo Utomo ini adalah seorang penjual gudeg yang sudah eksis sejak zaman penjajahan atau sekitar 87 tahun silam. Mbah Lindu yang begitu populer di kalangan pecinta kuliner ini menghembuskan nafas terakhir pada 12 Juli kemarin, tepat di usianya yang ke-100 tahun. Kabar meninggalnya Mbah Lindu juga disambut duka mendalam oleh para warganet. Ucapan belasungkawa tak hentinya mengalir di linimasa.
Demi mengenang jasa Mbah Lindu yang telah menciptakan resep gudeg legendaris ini, yuk, kita napak tilas bersama, gimana sebenarnya awal mula kemunculan gudeg sampai bisa jadi makanan khas Yogyakarta ini. Kabarnya, gudeg sudah aja sejak masa kerajaan atau sekitar abad ke-15 lo! Wah, umurnya udah tua banget dong ya…
ADVERTISEMENTS
Sebelum dikenal sebagai makanan khas Jogja, gudeg telah melalui perjalanan yang cukup panjang. Keberadaan gudeg kabarnya sudah ada sejak abad ke-15, atau saat Kesultanan Mataram Islam berdiri
Menurut catatan sejarah, resep gudeg mulanya ditemukan pada masa Panembahan Senopati. Ia adalah pendiri Kesultanan Mataram Islam yang juga kakek dari Sultan Agung. Katanya sih waktu itu ratusan prajuritnya lagi ‘babat alas’ buat mendirikan kerajaan –yang sekarang jadi tanah Yogyakarta. Lalu ternyata di dalam hutan banyak ditemukan pohon nangka dan pohon kelapa. Akhirnya nangka muda dan kelapa itu diolah dengan menambahkan gula aren, bumbu, rempah, dan dicampur dalam kuali besar dan diaduk-aduk. Dari proses memasaknya itu kemudian muncul istilah hangudeg yang berarti ‘diaduk-aduk’, membuatnya dikenal dengan nama gudeg.
ADVERTISEMENTS
Sejak masa kerajaan itu, gudeg dikenal sebagai makanan seluruh kalangan. Nggak cuma raja-raja aja yang suka makan gudeg, tapi juga prajurit dan rakyat jelata
Mungkin karena dibuat dari bahan yang mudah ditemui saat itu, membuat gudeg akhirnya jadi makanan yang disukai semua kalangan. Nggak cuma raja-raja aja, para prajurit sampai rakyat jelata juga suka makan gudeg. Makanan ini juga biasa jadi sajian untuk menjamu tamu-tamu kerajaan. Meski terlanjur lekat dengan Yogyakarta, tapi gudeg juga populer di Surakarta lo. Semua bermula dari pecahnya Kesultanan Mataram Islam yang akhirnya terbagi jadi dua kerajaan besar: Yogyakarta dan Surakarta. Akhirnya, makanan ini jadi ngikut juga deh…
ADVERTISEMENTS
Saat ini sentra gudeg dapat dengan mudah ditemui di banyak sudut Yogyakarta. Seiring perkembangannya, tak sedikit juga yang akhirnya memodifikasi cita rasa gudeg yang semula manis, menjadi dominan asin atau pedas
Karena nggak semua orang suka makanan manis, akhirnya seiring dengan perkembangannya, gudeg juga mengalami modifikasi sana-sini demi bisa diterima di lidah semua kalangan. Saat ini nggak cuma gudeg dengan dominasi rasa manis aja yang bisa ditemui, tapi juga yang pedas di lidah seperti gudeg mercon. Makanan ini juga sudah lama jadi sajian di restoran atau hotel berbintang. Bagi siapapun yang pernah ke Jogja, pasti pernah makan gudeg, setidaknya satu kali. Atau paling nggak membelinya untuk dibawa sebagai oleh-oleh.
Karena dianggap sebagai salah satu budaya yang mesti dilestarikan, pemerintah setempat sampai membangun sentra wisata gudeg yang berlokasi di Wijilan lo. Kampung gudeg ini sudah berdiri sejak 1970-an. Di kampung ini banyak ditemui rumah-rumah makan gudeg terkenal seperti Gudeg Yu Djum, Gudeg Bu Tjitro, Gudeg Permata, dan masih banyak lagi.