Pandemi virus Covid-19 masih menjadi momok bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Mengubah kehidupan banyak orang hampir 100%, pandemi memang berdampak luas. Tak cuma memengaruhi kondisi kesehatan, ekonomi, dan hubungan, nyatanya pandemi pun bikin dunia pendidikan Indonesia cukup suram.
Jarang disadari selama ini, banyak anak Indonesia harus putus sekolah lantaran pandemi. Saking lumayan banyaknya, angka putus sekolah pun nggak main-main lo.
ADVERTISEMENTS
Menurut KPAI, banyak anak Indonesia yang putus sekolah selama pandemi. Data UNICEF menyebutkan, sekitar 75% anak yang terpaksa berhenti sekolah karena masalah biaya
Selaku lembaga pemerhati anak Indonesia, Komisi Perindungan Anak Indonesia alias KPAI mengungkapkan jumlah anak yang putus sekolah. Jadi selama pandemi ini, jumlah anak yang putus sekolah tinggi. Sebelum pandemi pun isu tersebut menajdi masalah yang belum menemui titik penyelesaiannya. Dengan adanya pandemi, angkanya kian bertambah. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019, angka anak putus sekolah di Indonesia sudah menginjak angka 4,34 juta jiwa.
“Tahun 2020 ada 119 anak yang menikah dan putus sekolah. Kalau yang bekerja tidak ada datanya. Pada Januari-Februari 2021 jumlah siswa yang berhenti sekolah karena menikah jumlahnya mencapai 33 peserta didik dari kabupaten Seluma, Kota Bengkulu dan Kabupaten Bima,” ujar Retno Listyarti, komisioner KPAI, dinukil dari Detik.
Terhitung sejak bulan Januari 2021 saja, jumlah anak yang putus di beberapa daerah mencapai 150 kasus karena menikah dan bekerja. Sementara itu, perwakilan UNICEF Indonesia membeberkan data yang lebih mengejutkan. Melansir CNN Indonesia, terdapat 938 anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan selama pandemi. Dari jumlah tersebut, sekitar 75% anak putus sekolah lantaran orang tuanya mengalami masalah keuangan.
ADVERTISEMENTS
Tingginya angka putus sekolah di masa pandemi diakibatkan oleh satu penyebab utama yang lebih banyak menimpa anak dari keluarga kurang mampu
Dalam catatan KPAI, ada tiga alasan anak putus sekolah. Tiga alasan itu dipicu oleh satu penyebab utama yakni kondisi ekonomi keluarga. Tak bisa dimungkiri, pandemi membuat banyak orang kehilangan pekerjaan atau penghasilan. Kalaupun masih memiliki mata pencaharian, tak sedikit orang yang mengeluhkan pendapatannya berkurang drastis. Oleh karena pendapatan makin sedikit, kemampuan memenuhi kebutuhan keluarga pun sulit terpenuhi, termasuk kebutuhan sekolah anak.
“Pertama, siswa putus sekolah karena menikah. Karena masih PJJ, mayoritas yang sudah menikah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Wali kelas atau guru Bimbingan Konseling (BK) baru mengetahui setelah dilakukan home visit karena tidak pernah lagi ikut PJJ,” terang Retno Listyarti.
Rata-rata anak Indonesia memilih bekerja atau menikah ketimbang meneruskan pendidikan. Jadi selain menikah, anak Indonesia memutuskan bekerja demi membantu ekonomi keluarga yang terdampak pandemi. Dua keputusan tersebut kerap dipilih karena pandemi membuat kondisi finansial orang tua mereka semakin memburuk.
ADVERTISEMENTS
Tak hanya itu, pandemi COVID-19 menyebabkan anak kesulitan mengikuti proses pembelajaran jarak jauh. Berhenti sekolah pun jadi pilihan
Seperti diketahui, pandemi membuat siapa pun berjarak. Segala aktivitas tatap muka dikurangi demi mencegah penularan virus. Proses belajar-mengajar di sekolah pun dialihkan menjadi pertemuan daring. Namun perubahan itu nggak bisa diikuti oleh semua anak Indonesia lo, sebab pembelajaran daring membutuhkan fasilitas. Di sisi lain, masih banyak anak Indonesia yang tidak memiliki fasilitas seperti ponsel, laptop, layanan internet, atau bahkan listrik. Kondisi serba sulit itu membuat anak malas belajar. Dampak terparah, anak jadi enggan sekolah.
Bila fenomena ini dibiarkan saja, nggak menutup kemungkinan jumlah anak Indonesia yang putus sekolah makin bertambah. Semoga pemerintah mengambil kebijakan segera untuk menanganinya, ya.