Lagi-lagi ada artis yang tertangkap karena penyalahgunaan narkoba
Mirisnya, pemberitaan tentang artis atau figur publik yang tersandung kasus narkoba tampaknya sudah jadi pemberitaan sehari-hari di Indonesia. Meski begitu, dalam tiap pemberitaan ada saja hal yang masih membuat kita terkejut dan terheran-heran. Dari vokalis band Zul Zivilia yang sampai pernah dituntut hukuman penjara seumur hidup, sampai kasus terakhir yang membuat banyak orang kaget yaitu ditangkapnya influencer dan pengusaha Medina Zein.
Pihak kepolisian menahan Medina Zein pada Minggu (29/12/2019) setelah hasil pemeriksaan menyatakan perempuan 27 tahun ini positif mengandung amfetamin. Banyak juga yang berspekulasi bahwa amfetamin mungkin merupakan bagian pengobatan bipolar yang dideritanya. Namun sebagaimana dikutip dari laman Tirto, amfetamin bukanlah obat yang lazimnya dipakai untuk mengobati bipolar. Lalu sebenarnya apa sih amfetamin itu? Apa pula dampak mengerikannya?
ADVERTISEMENTS
Bukan narkotika, amfetamin sebenarnya tergolong sebagai psikotropika. Obat-obat stimulan yang sebenarnya punya banyak manfaat medis, tapi sangat berbahaya jika disalahgunakan
Narkoba :Â narkotika, psikotropika, dan bahan adiktifaÂ
Kita seringkali menyebut ‘narkoba’ sebagai satu kata utuh, padahal istilah ini merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktifa. Dari laman Badan Narkotika Nasional (BNN), narkotika memang berbeda dengan psikotropika berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1997. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alami maupun sintesis, bersifat psikoaktif yang menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku. Berbeda dengan narkotika yang efeknya bisa sampai menurunkan kesadaran dan menghilangkan rasa nyeri.
Namun keduanya tetap berisiko menyebabkan ketergantungan dan bahkan kematian. Akibat sering sekali disalahgunakan di Indonesia, beberapa obat-obat stimulan psikotropika akhirnya digolongkan sebagai narkotika berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009. Termasuk amfetamin yang disebut-sebut dalam kasus Medina Zein.
ADVERTISEMENTS
Psikotropika sendiri terbagi atas empat golongan, golongan 1,2,3, dan 4 berdasarkan besarnya risiko kecanduan. Amfetamin tergolong psikotropika golongan 2 yang highly addictiveÂ
Dilansir dari Kompas, Pakar Adiksi dan Peneliti Obat-obatan Terlarang dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) Jakarta, dr Hari Nugroho, mengatakan amfetamin masih umum digunakan dalam dunia kedoteran untuk tujuan pengobatan sebagai stimulan dalam terapi narkolepsi dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Namun penggunaannya harus diatur ketat dan sesuai dengan resep dokter karena sifatnya bisa sangat adiktif. Amfetamin termasuk psikotropika golongan 2 yang highly addictive.Â
Realitanya, amfetamin maupun bentuk turunannnya seperti metamfetamina (sabu) akhirnya disalahgunakan secara luas di Indonesia. Maka dari itu, pemerintah akhirnya memasukan zat atau obat ini dalam UU Narkotika dengan ancaman hukuman penjara.
ADVERTISEMENTS
Lalu timbul pertanyaan, apakah mungkin Medina Zein mengonsumsi amfetamin karena bipolar yang dideritanya? Menurut dokter dan psikiater: tak lazim dan malah memperparah
Selain jelas-jelas dilarang digunakan secara ilegal, menurut keterangan beberapa dokter dan psikiater, amfetamin bukanlah obat yang lazim atau bisa digunakan untuk bipolar — menyusul spekulasi apakah Medina Zein menggunakan amfetamin untuk mengobati bipolar yang dideritanya. Masih berdasarkan laman Tirto, Juliana Marsha Fredy, dokter di Klinik Pratama Puri Citra Husada menjelaskan bahwa amfetamin tidak lazim digunakan untuk pasien bipolar.
Obat-obat yang biasanya direkomendasikan untuk pasien bipolar meliputi antidepresan, mood stabilizer, dan antipsikotik. Sedangkan amfetamin sendiri justru berdampak meningkatkan mood. Menurut psikiater RS.dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor, dr.Lahargo Kembaren,SpKJ sebagaimana dilansir dari Jawa Pos, amfetamin malah bisa memperparah gangguan bipolar.
Di samping perdebatan seputar bipolar, hasil urin positif ini sebenarnya juga masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut dan tidak serta merta berarti seseorang mengonsumsi obat terlarang. dokter Juliana Marsha Fredy di laman Tirto, menjelaskan hasil urin positif bisa juga terbaca karena false positif karena obat antidepresan. Maka dari itu untuk memastikan lebih pasti, pihak kepolisian saat ini juga menguji folikel rambut Medina Zein untuk menetapkan jenjang waktu pemakaian amfetamin yang terdapat di urinnya.
ADVERTISEMENTS
Penyalahgunaan amfetamin dalam jangka panjang memiliki efek samping yang sangat berbahaya, baik secara fisik dan mental
Secara fisik, penyalahgunaan jangka panjang berisiko mengalami gangguan seperti infeksi kaki, hipertensi, gangguan jantung, panas tinggi hingga stroke. Sementara untuk kesehatan mental, penyalahgunaan oleh orang yang memiliki gangguan mental bisa jadi lebih parah karena sifat adiksi akan semakin memberatkan beban.
Keberadaan obat-obatan sejatinya murni untuk membantu pengobatan dan terapi. Hal yang mesti terus diedukasi adalah penggunaan yang tepat dengan rujukan rekomendasi dokter. Hal ini demi menghindari kecanduan dan recreational drugs yang berisiko hukuman penjara selain tentunya risiko fisik dan mental yang merugikan jangka panjang.