Satu hari pasca aksi damai #GejayanMemanggil di Yogyakarta, nampaknya riuh dan semangat membara yang menyelimuti peserta aksi kemarin masih membekas di hati hingga kini. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas berkumpul di satu titik untuk tujuan dan tuntutan yang sama. Mereka memprotes adanya pasal-pasal ngawur di RKUHP serta sejumlah RUU maupun UU yang dianggap merugikan rakyat.
Ternyata semangat yang sama juga pernah tercatat dalam sejarah pergerakan mahasiswa di Yogyakarta, dan terjadi pula di area atau ruas jalan yang sama, Jalan Gejayan. Inilah yang kemudian jadi alasan dibuatnya tagar #GejayanMemanggil, seolah banyaknya undang-undang yang nggak beres itu mendorong Jalan Gejayan untuk kembali memanggil para mahasiswa menyuarakan aspirasinya, seperti yang sudah pernah terjadi di tahun 1998 silam.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Jalan Gejayan pernah jadi saksi bisu perlawanan mahasiswa di Yogyakarta terhadap rezim Orde Baru. Mereka menolak terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden RI
Rezim militer Soeharto berkuasa di Indonesia 32 tahun lamanya, sebelum akhirnya rakyat berontak dan menuntut Soeharto lengser dari kursi pemerintahan. Peristiwa itu terjadi 21 tahun silam dan jadi tonggak sejarah perjuangan bangsa demi mengembalikan demokrasi. Saat itu pemberontakan dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Puncaknya tanggal 8 Mei 1998, namun sebelum itu demonstrasi sudah kerap dilakukan di berbagai penjuru negeri. Puluhan ribu massa yang terdiri dari mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat turun ke jalan, termasuk Yogyakarta.
ADVERTISEMENTS
2 April 1998: Saat itu mahasiswa berencana melakukan long march dari kampus UGM ke Gedung DPRD Provinsi Yogyakarta. Tapi di tengah rencana tersebut terjadi bentrok antara mahasiswa dengan aparat
Pergerakan mahasiswa menuntut Soeharto lengser bermula dari aksi long march yang dilakukan tanggal 2 April 1998 silam. Seperti dikutip dari Tirto, mereka berangkat dari kampus UGM menuju kantor DPRD Provinsi Yogyakarta yang terletak di Jalan Malioboro. Tapi aksi tersebut terhalang aparat yang sudah berjaga di luar kampus. Polisi sempat memberikan penawaran supaya mahasiswa naik bus aja, agar pengawasannya lebih mudah. Tapi mereka menolak.
Akhirnya bentrok pun nggak bisa dihindari. Selama kurang lebih 1 jam, mahasiswa dan aparat saling melempar batu. Mobil pasukan keamanan yang diparkir dekat gerbang kampus digulingkan oleh mahasiswa. Di dalamnya ternyata ada bom molotov dan gas air mata.
ADVERTISEMENTS
3 April 1998: Keesokannya mahasiswa kembali melancarkan aksinya, kali ini tujuannya Keraton Yogyakarta
Pada tanggal 3 April 1998, kelompok mahasiswa kembali melakukan aksi protes yang tujuannya adalah Keraton Yogyakarta. Polisi mengingatkan agar mahasiswa tidak keluar dari kampus sembari berjaga di luar. Sebagian menurut, sebagian lagi tetap ngotot bergerak menembus blokade polisi. Bentrok pun nggak bisa dihindari, mereka saling dorong hingga terjadi gesekan fisik.
ADVERTISEMENTS
5-7 Mei 1998: Demonstrasi terus terjadi, massa mahasiswa semakin banyak dan nekat menembus barikade aparat. Bentrok fisik jadi nggak bisa dihindari
Mahasiswa gabungan dari beberapa kampus –UGM, UNY (atau IKIP), Universitas Sanata Dharma (USD), UIN, dan IAIN Sunan Kalijaga– kembali berdemo. Mereka lebih nekat lagi melawan aparat, membuat bentrok fisik jadi tak terelakkan. Meski secara garis besar unjuk rasa berjalan lancar, tapi di Jalan Gejayan, dekat UNY dan USD terjadi bentrok. Bahkan kabarnya polisi mengejar mahasiswa sampai ke dalam kampus.
Dari rentetan demo di atas, sebanyak 29 demonstran ditangkap polisi. Namun dari kabar yang beredar, mereka yang ditangkap diperlakukan dengan baik.
ADVERTISEMENTS
8 Mei 1998: Hari ini jadi puncak demonstrasi yang sudah terjadi berhari-hari sebelumnya. Sampai-sampai memakan 1 korban meninggal bernama Moses Gatotkaca
Sebenarnya demo yang berlangsung pagi harinya berlangsung lancar. Para mahasiswa di berbagai kampus menggelar aksi damai di wilayah masing-masing. Mereka sama-sama menuturkan keprihatinan atas kondisi perekonomian negara, menolak Soeharto menjabat lagi, hingga menuntut reformasi. Namun suasana memanas ketika massa yang berada di Jalan Gejayan bergerak menuju UGM untuk bergabung dengan massa di sana. Aparat menolak karena khawatir semakin sulit mengawal massa demonstran yang lebih besar.
Puncaknya pukul 17.00, pasukan keamanan menyemprotkan air dan gas air mata untuk membubarkan demonstran. Suasana panas ini dilaporkan terus terjadi hingga dini hari, dikutip CNN. Aparat mengisolir dan menutup ruas-ruas jalan menuju TKP. Kejadian waktu itu memakan banyak sekali korban luka, baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat umum.
Bahkan ada 1 korban meninggal, mahasiswa USD bernama Moses Gatotkaca. Ia ditemukan bersimbah darah di ruas jalan dekat kampusnya sendiri. Telinga dan hidungnya terus mengeluarkan darah. Moses meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Menurut dokter di sana, Moses mengalami retak di tulang tengkorak akibat pukulan benda tumpul. Demi mengenangnya, salah satu ruas jalan yang terhubung dengan Jalan Gejayan, selatan kampus USD, diberi nama Jalan Moses Gatotkaca.
Peristiwa mencekam tahun 1998 itu bukan satu-satunya aksi yang terjadi di Yogyakarta. Setelahnya, demo dikabarkan beberapa kali terjadi. Semoga saja demo 2019 kemarin jadi yang terakhir ya, mari berdoa saja agar pemerintah benar-benar mau mendengarkan suara kita semua.