Hari ini, 23 September 2019, adalah salah satu hari yang perlu dikenang bagi mahasiswa di Yogyakarta. Ribuan mahasiswa berkumpul di pertigaan Gejayan untuk memprotes kebijakan pemerintah. Mereka nggak setuju dengan berbagai pasal ngasal yang terdapat dalam RKUHP. Contohnya adalah pasal yang mengurangi hukuman koruptor, membatasi kebebasan pers, menarik denda untuk gelandangan, dan masih banyak lagi. Walaupun Jokowi sudah menunda pengesahannya, RKUHP ini tetap harus dikawal supaya nggak salah arah.
Karena itulah muncul gerakan #GejayanMemanggil. Sempat menjadi trending nomor satu di Twitter, tagar ini menaungi demonstrasi yang dilakukan ribuan orang di Yogyakarta. Sejak pukul 11.00 WIB, mereka berkumpul di tiga titik temu yaitu kampus UGM, UIN, dan Sanata Dharma. Setelah itu barulah mereka berjalan beriringan dan bersatu di pertigaan Colombo, Gejayan. Mereka tampak bersemangat dan berapi-api. Padahal mereka harus berdesak-desakan di bawah terik matahari sampai demo berakhir sekitar pukul 16.30 WIB. Sebetulnya kenapa ya para mahasiswa ini ikut demonstrasi?
Sempat ada dugaan di media sosial kalau aksi #GejayanMemanggil dibuat oleh HTI, organisasi politik pan-Islamis. Namun dugaan itu dibantah oleh Ismail Fahmi melalui thread yang ditulisnya di Twitter. Berdasarkan data yang dia kumpulkan, terbukti kalau aksi #GejayanMemanggil nggak berhubungan dengan para khilafah maupun non-khilafah. Sebab, aksi tersebut dibuat oleh mahasiswa sendiri.
Di sisi lain, ada dugaan kalau orang-orang yang datang ke demonstrasi ini sebetulnya dibayar. Padahal enggak lo. Selama demo berlangsung, para demonstran betul-betul kelihatan serius. Ternyata setiap mahasiswa mempunyai alasan sendiri yang mendorong mereka buat beraksi di Gejayan. Hipwee sempat mewawancarai 10 mahasiswa untuk mengetahui alasan komitmen mereka untuk ikut bergerah-gerah diri di unjuk rasa ini.
ADVERTISEMENTS
1. “Alasan saya hadir karena saya sudah dua minggu ini menggerutu gara-gara membaca berita. Dan saya sadar gerutu saya tidak akan mengubah appaun. KPK dibunuh terang-terangan, hutan dibakar rakyat disuruh berdoa, Papua ditinda, lalu rancangan KUHP yang ngawur. Saya merasa sudah tidak mungkin lagi diam dan tidak ikut turun ke jalan” (Umar, 25 tahun)
ADVERTISEMENTS
2. “Menurutku RKUHP itu nggak adil. Sebagai cewek, sedih banget rasanya waktu tahu ada pasal yang nggak ngebolehin korban perkosaan buat aborsi. Jadi aku ada di sini buat memprotes itu.” (Diana, 23 tahun)
ADVERTISEMENTS
3. “Aku nggak pengen ketinggalan momen bersejarah ini. Terakhir kan mahasiswa Jogja demo di Gejayan tahun 1998. Syukurlah sekarang ada lagi, ini bukti kalau aspirasi mahasiswa nggak mati.” (Fauzi, 22 tahun)
ADVERTISEMENTS
4. “Kita kan mahasiswa, jadi punya tanggung jawab buat bersuara kalau negara ada masalah. Karena itulah aku ikut demo. Ini kesempatan bagus buat memprotes kebijakan pemerintah yang nggak masuk akal, misalnya kebebasan pers yang dibatasi.” (Bintang, 20 tahun)
ADVERTISEMENTS
5. “Menurutku Indonesia lagi kacau-kacaunya. Ada masalah RKUHP, RUU-PKS, karhutla, dan rasisme. Tapi pemerintah belum melakukan solusi yang berarti. Demo ini bisa jadi metode yang efektif buat menekan pemerintah supaya cepat menyelesaikan masalah.”
ADVERTISEMENTS
6. “Rasanya sebel banget karena ada pasal RKUHP yang melemahkan KPK. Padahal keberadaan KPK kan penting buat mengawal koruptor. Aku ke sini buat memprotes itu.” (Ivan, 22 tahun)
7. “Aku ke sini buat ngelihat poster-poster demo yang biasanya pedes tapi lucu hehe. Aku sendiri juga bikin poster tentang hukuman mati. Menurutku seharusnya RKUHP menghapus hukuman itu karena setiap manusia berhak hidup.” (Rani, 23 tahun)
8. “Rasanya protes kita di media sosial kurang didenger. Karena itulah aku ikut demo di Gejayan. Semoga dengan adanya ribuan massa, Pak Jokowi bisa mendengar suara kita semua.” (Ninik, 21 tahun)
9. “Kalau ada solusi lain buat memprotes RKUHP, aku nggak bakalan ada di sini. Kondisi Indonesia udah terlalu gawat dan kita perlu demo buat nyadarin pemerintah.” (Kevin, 24 tahun)
10. “Yang pasti saya jelas bukan massa bayaran, lha wong gaji saya yang dipotong karena hari ini bolos kerja untuk turun ke jalan jauh lebih tinggi daripada bayaran-bayaran receh semacam itu. Saya memilih terlibat karena sejarah mengatakan bahwa perubahan besar di Indonesia memang tak pernah bisa dipercayakan pada orang-orang di dalam pemerintahan saja, perlu ada intimidasi dari sipil. Ini adalah salah satu cara menunjukan bahwa rakyat masih sadar akan kedaulatannya,” – (Bella, 27 tahun)
Itulah sederet pengakuan motif yang membuat para mahasiswa turun ke jalan untuk demonstrasi. Ternyata masing-masing punya panggilan hati yang berbeda. Namun mereka punya tujuan yang sama, yaitu membuat kondisi negara kita jadi lebih baik. Dan terbukti bahwa mereka datang karena benar-benar memahami isunya. Semoga demonstrasi di Gejayan hari ini bisa menyadarkan pemerintah buat segera mengambil solusi!