Kekejaman terhadap binatang akhir-akhir ini jadi topik hangat yang sering diperbincangkan. Banyak masyarakat yang kini mulai tergerak bahwa kekerasan terhadap hewan juga merupakan tindakan keji yang patut dipertanggungjawabkan. Mulai dari pengecaman penggunaan bulu-bulu binatang sebagai bahan dasar pakaian, hingga ke kekejaman terhadap binatang ketika akan diolah menjadi makanan.
Akhir-akhir ini media internasional ternama seperti Reuters, The Independent, dan Daily Mail tengah menyoroti tradisi adu bagong di Indonesia. Tradisi mengadu anjing dengan celeng atau babi hutan, dianggap sebagai tradisi keji yang tidak patut diajarkan pada generasi muda. Tapi hal ini menimbulkan dilema ketika dihadapkan pada keadaan masyarakat yang menjadikan tradisi adu bagong sebagai mata pencaharian. Untuk mengetahui lebih jauh soal fenomena ini, yuk simak uraian Hipwee News and Feature berikut!
ADVERTISEMENTS
Media internasional serupa Reuters, Independent, Daily Mail, dan media ternama lainnya mulai mengunggah artikel berisi adu hewan yang jadi tradisi di beberapa kota di Jawa Barat
ADVERTISEMENTS
Tradisi mengadu celeng dengan anjing ini disebut dengan ‘adu bagong’ dan dipertontonkan untuk umum
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Pertarungan berlangsung di arena seluas 15-30 meter persegi yang dikelilingi pagar bambu untuk membatasi penonton dengan hewan yang sedang bertarung
ADVERTISEMENTS
Ketika pertunjukan berlangsung, penonton bersorak-sorai menyaksikan kedua hewan ini saling melukai
ADVERTISEMENTS
Aktivis pelindung satwa, Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group, Marison Guciano menganggap adu bagong sebagai hal yang ‘mengerikan’. Sampai sekarang kegiatan ini masih dilakukan di beberapa tempat di Jawa Barat
Banyak dari kalangan penonton merupakan anak-anak dibawah umur. Laman BBC menyebutkan bahwa adu bagong mengajarkan generasi muda untuk tidak peka terhadap kekejaman binatang
Adu bagong ini sebenarnya berasal dari tradisi masyarakat yang sering berburu celeng atau babi hutan pada tahun 1960-an
Tradisi ini memang sudah turun temurun, namun salah satu peserta mengaku kalau tradisi ini sudah sedikit berbeda dari yang dulu pernah ada
“Dulu (duel) ini sangat sederhana dan tidak seperti sekarang karena anjing harus dilatih… dan dari situ diturunkan dan telah menjadi bagian dari tradisi dan budaya,” kata Nur Hadi, seorang peserta yang juga mengikuti adu bagong kepada Reuters.
Meski banyak dikecam, kalau kita lihat tradisi ini lebih jauh, adu bagong ternyata jadi mata pencaharian sebagian orang
“Saya ikut serta untuk meningkatkan harga jual anjing saya dan tak ada gunanya anjing-anjing ini bila saya tak ikutkan dalam kontes seperti ini,” Agus Badud, pemilik anjing.
Bukan cuma kecaman internasional, sebenarnya ada juga peraturan yang melarang kekejaman terhadap hewan di Indonesia walaupun regulasinya masih lemah
Penyiksaan terhadap binatang diatur dalam pasal 302 KUHP. Orang yang dengan sengaja menyiksa binatang pun bisa dikenai hukuman pidana berupa kurungan dan denda. Marison Guciano juga mengatakan bahwa hukuman dan penegakan hukum pasal ini masih sangat lemah di Indonesia.
Memang tidak mudah untuk begitu saja menghentikan sebuah tradisi yang sudah ada turun temurun. Apalagi jika tradisi itu akhirnya berkembang menjadi aktivitas yang juga sarat motif ekonomi. Kritikan internasional ini mungkin harus kita jadikan bahan pemikiran bersama, apakah tradisi seperti ini memang selayaknya dipertahankan atau sudah waktunya dihentikan.