Meski kalau berlebihan bisa menyebabkan banjir dan musibah, hujan itu sangat penting bagi keberlanjutan planet bumi tercinta ini. Dari menyediakan cadangan air, mengairi persawahan, sampai membersihkan polusi udara, manusia nggak bakal bisa hidup tanpa hujan. Orang bakal pusing tujuh keliling jika hujan tidak kunjung datang.
Karena perannya yang sangat penting bagi kehidupan manusia itulah, sejak zaman nenek moyang, hampir semua kebudayaan di dunia memiliki ritual ‘memanggil’ hujannya masing-masing. Dari yang berupa tarian sampai doa-doa, ritual memanggil hujan ini biasanya sangat unik. Termasuk ritual memanggil hujan di Indonesia. Filosofi dan ritualnya beda-beda banget. Penasaran?! Yuk simak bareng info unik ini bareng Hipwee News & Feature!
ADVERTISEMENTS
1. Meski terlihat mengerikan, tradisi mencambuk badan di Purbalingga justru mendatangkan berkah yaitu hujan
Tradisi cambuk badan tiban, begitulah warga desa Trajak, Boyolali, Tulungagung menamainya. Ketika kemarau cukup panjang melanda, tradisi ini dilakukan oleh pria dewasa yang saling cambuk tubuh bertelanjang dada di tengah lapang. Makna di balik darah yang keluar akibat cambukan dipercaya bakal mendatangkan hujan lho.
Agak serem ya guys. Alih-alih ingin segera mengusir hawa panas, tubuh malah terluka. Dan, selain di Tulungagung, tradisi yang sama di Trenggalek dinamai tradisi cambuk badan ojung.
ADVERTISEMENTS
2. Nggak beda jauh sih dengan cambuk badan tiban, tradisi unjungan punya tujuan yang sama. Hanya saja unjungan diiringi musik tradisional
Lebih sadis nih guys. Sementara tiban menggunakan ranting pohon aren, tradisi unjungan asal Purbalingga dan Banjarnegara ini menggunakan sebilah rotan. Dan, unjungan dilakukan dengan hitungan ganjil. Misalnya, jika dalam tiga kali pukulan hujan belum juga turun, maka akan dilanjutkan dengan tujuh kali pukulan dan seterusnya.
Nggak cuma sorak sorai penonton, unjungan diiringi dengan musik tradisional. Jadi, selain aksi keras nun liar, unjungan juga menyajikan tarian yang indah.
ADVERTISEMENTS
3. Berbeda dengan dua ritual tadi, tradisi cowongan dilakukan oleh kaum wanita. Laki-laki tidak boleh ikut
Ritual unik manggil hujan asal Banyumas ini dilakukan oleh kaum wanita. Cowonga sendiri memiliki arti blepotan pada wajah dengan media boneka yang dirasuki bidadari yang dipercaya dapat memanggil hujan. Untuk boneka cowongan tersebut hanya boleh dipegang oleh kaum lelaki.
Biasanya nih guys, tradisi cowongan dilaksanakan pada bulan September yang menurut hitungan kalender Jawa jatuh pada akhhir masa kapat. Dan, hanya dilakukan oleh sepuluh wanita seumuran.
ADVERTISEMENTS
4. Lompat dari Pulau Jawa, di Bali pun ada ritual manggil hujan yang nggak kalah unik, yaitu gebug ende
Tradisi gebug ende Bali merupakan tradisi manggil hujan turun temurun sejak peperangan kerjaaan Karangasem dengan kerajaan Seleparang di Lombok. Tradisi ini dilakukan oleh dua kelompok pria dewasa yang saling mukul dengan rotan ditambah tameng sebagai pelindung.
Sebagai penengah, petarungan ini di pimpin oleh wasit bernama saye. Oleh warga Karangasem, darah yang ditimbulkan pertarungan gebug ende ini diyakini dapat mendatangkan hujan. Sebaiknya kalau nonton tradisi ini agak menjauh ya guys. Salah-salah kamu yang kena pukul…
ADVERTISEMENTS
5. Masih sama, saling mencambuk bin menyiksa diri jadikan ritual ini harus dilakukan agar hujan segera turun
Ritual ojung biasanya diawali dengan tarian Topeng Kuna dan Rontek Singo Wulung. Nah, baru deh untuk puncak acara ini akan dilakukan saling cambuk yang dilakukan oleh pria berusia 17 – 50 tahunan. Meski ritual ini terbilang liar, tapi ada aturan main yang nggak boleh dilanggar. Mencambuk wajah dan kepala merupakan dua bagian yang harus dihindari.
Selain untuk memanggil hujan, ritual ojung ini dipercaya dapat menghalang desa dari segala marabahaya dan hal-hal buruk lainnya.
Indonesia dengan segala ragam tradisi yang ada merupakan warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya. Ya meskipun mungkin telah banyak cara yang lebih modern dan ilmiah untuk ‘memanggil’ hujan buatan, mungkin kita harus tetap melestarikan ritual-ritual ini sebagai bagian dari tradisi kebudayaan.