Kamu mungkin sering melihat orang terlibat cekcok saat sedang berkendara di jalanan, saling menyalahkan satu sama lain, atau mungkin sampai adu jotos. Bisa jadi nggak sedikit juga dari kamu yang bahkan pernah mengalaminya sendiri, saling mengumpat dan bertengkar dengan orang di jalan raya.
Baru-baru ini, beredar video yang menunjukkan seorang pria terlibat pertengkaran dengan pria lain setelah keduanya sama-sama baru keluar dari tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu). Dilansir dari Tribun News, pria berbaju putih yang terlihat di video itu kabarnya menolak antri saat keluar tol. Ia menerobos mobil yang dinaiki Novi Megayanto bersama suami, hingga menyebabkan spionnya bengkok. Suami Novi pun berniat menegur dengan membuka kaca, tapi si pria tadi malah ‘menantang’ dan langsung marah-marah. Bahkan katanya ia sampai keluar mobil dengan membawa kunci roda.
Melihat seringnya peristiwa serupa terjadi, Hipwee News & Feature mencoba merangkum 5 alasan psikologis kenapa orang jadi gampang banget emosi saat berkendara. Yuk, simak!
ADVERTISEMENTS
1. Adanya “tekanan” di jalan raya yang membuat tegang dan gelisah. Sekalipun ia sudah cukup berpengalaman dalam berkendara
Pada dasarnya, seperti dilansir dari Psychology Today, mengemudi itu butuh konsentrasi tingkat tinggi. Jika ada orang atau pengendara lain yang mengganggu konsentrasi tersebut, apalagi sampai bisa membahayakan nyawa, nggak heran kalau orang akan terpancing emosinya. Sekalipun kita sudah fasih berkendara selama bertahun-tahun, “tekanan” di jalan raya tetap nggak bisa dihindari. “Tekanan” itu yang membuat kita tegang, gelisah, yang ditandai dengan denyut jantung meningkat. Keadaan ini membuat kita cenderung marah saat menghadapi “rangsangan” yang menyulut emosi.
ADVERTISEMENTS
2. Ada sesuatu hal yang menghambat seseorang mencapai tujuannya. Apalagi kalau udah hampir telat atau cuaca sedang terik-teriknya
Hampir semua orang yang berkendara itu punya tujuan. Jika ada orang lain yang seolah menghambatnya sampai di tujuan itu, ia bisa marah. Seperti pengemudi yang jalannya super pelan, orang yang memotong jalan, ibu-ibu motor matic yang nggak jelas arah dan tujuannya, dan lain-lain. Sekalipun hambatannya nggak berasal dari pengendara lain, misalnya lampu merah yang terlalu lama, tetap aja bisa menyulut emosi. Semakin penting tujuannya, semakin pendek waktu yang dibutuhkan, atau semakin terik cuaca saat itu, maka semakin tinggi emosi yang tersulut.
ADVERTISEMENTS
3. Bisa jadi setiap pengemudi punya “standar” yang berbeda-beda saat berada di jalan raya. Perbedaan itulah yang sangat mungkin mengundang konflik
Masih dilansir Psychology Today, di samping aturan tertulis yang punya dasar hukum, kalau di Indonesia ya UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, ternyata ada juga yang dinamakan “Peraturan Tidak Tertulis”. Ini menyangkut persepsi masing-masing orang saat berkendara di jalan raya. Di jalan A misalnya, Budi menganggap kecepatan 20 km/jam itu normal-normal saja, tapi belum tentu Andi yang mungkin pada saat itu ada di belakang mobil Budi, akan sependapat. Bisa saja ia malah menganggap Budi terlalu lamban dan jadi emosi karena merasa terhalangi Budi. Hal-hal macam itulah yang sering banget bikin orang salah paham, karena emang persepsinya beda-beda.
ADVERTISEMENTS
4. Karena tidak saling mengenal satu sama lain, orang jadi mudah menyimpulkan kalau yang dilakukan pengendara lain itu salah
Pengendara yang ada di jalan raya, kemungkinan besar nggak saling mengenal satu sama lain. Hal ini secara nggak sadar ternyata membuat kita sering melabeli pengendara lain dengan sebutan yang sembarangan; seperti bego, tolol, lemot, dan lain-lain. Padahal bisa jadi mereka berjalan pelan karena masih trauma setelah tertimpa kecelakaan. Atau mungkin ada ibu-ibu yang panik karena harus mengantar anaknya ke RS, jadi bawa mobilnya rada ‘ngawur’. Kemungkinan-kemungkinan tersebut suka nggak kita ketahui dan pahami, kecuali memang beneran kenal sama mereka.
ADVERTISEMENTS
5. Alasan terakhir, bisa juga karena pada dasarnya si pengendara memang kompetitif sehingga selalu diliputi keinginan mendominasi di jalan raya
Meski nggak semua orang ingin mendominasi, tapi kejadian semacam ini cukup sering terjadi di jalan raya lho. Contohnya aja kayak pengemudi yang merasa ada mobil yang lebih bagus dari miliknya, atau yang berjalannya seolah menutup-nutupi jalurnya, karena nggak mau merasa “kalah” emosinya pun tersulut. Memencet-mencet klakson lah, berusaha menyalip lah, dan lain-lain.
Duh daripada berantem-berantem gitu, mending coba buat lebih memahami satu sama lain deh, sekalipun orang lain yang salah, belajarlah buat saling memaafkan. Jangan terlalu mau termakan pikiran-pikiran negatif juga, mungkin aja apa yang kita pikir tentang pengendara lain itu salah.
Tapi agaknya kita perlu sedikit bernafas lega deh, soalnya seperti dilansir Detik, buat yang mau perpanjang atau buat baru SIM akan melalui tes psikologi lho! Kabarnya aturan ini mulai berlaku serentak tanggal 25 Juni besok. Wah, semoga kebijakan baru ini bisa sedikit mengurangi pengendara temperamen di jalanan ya!