Kata siapa perempuan itu lemah?
Kata siapa mereka cuma bisa diam ketika dilecehkan dan diperlakukan kasar?
Kata siapa mereka tidak bisa menuntut keadilan?
Begitu banyak stigma negatif yang melekat dalam diri perempuan, membuat mereka merasa perlu bicara. Jangan salah, meski zaman sudah serba modern seperti sekarang, “payung” patriarki masih belum bisa dihapuskan dari pemikiran banyak orang. Hal inilah yang kerap jadi faktor pendorong kenapa masih banyak (atau mungkin makin banyak) perempuan di luar sana yang menerima perlakuan tidak menyenangkan dari kaum lelaki.
Sebuah aksi damai di Jakarta Sabtu (3/3) kemarin menjadi tanda bahwa sudah saatnya wanita berbicara. Sebenarnya sudah dari lama aksi menuntut keadilan semacam ini dilakukan di banyak negara. Tapi meski begitu, itu semua nyatanya belum bisa menghapus perlakuan-perlakuan merendahkan perempuan.
Women’s March 2018 ini juga dilakukan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional yang akan jatuh pada tanggal 8 Maret mendatang. Ratusan perempuan berkumpul di MH Thamrin Jakarta sejak pukul 8 pagi. Mereka datang dari berbagai kalangan, bersama-sama mengusung isu yang berbeda-beda tentang perempuan. Aksi ini juga dilakukan di beberapa kota lain seperti Bandung, Surabaya, dan Bali. Berikut Hipwee News & Feature telah merangkum kumpulan jeritan hati para perempuan yang dituangkan dalam sebuah poster dan mereka bawa kemarin.
ADVERTISEMENTS
1. Sudah saatnya kita meluruskan persepsi kuno ini, baik perempuan atau laki-laki harus sama-sama terlibat dalam urusan domestik. Ibu dan saudara perempuanmu bukan buruh cuci!
ADVERTISEMENTS
2. Membeda-bedakan cewek perawan atau tidak, apalagi sampai digunakan untuk mempertimbangkan hal-hal tertentu jelas sangat tidak dibenarkan
ADVERTISEMENTS
3. Sistem patriarki membuat banyak lelaki seolah berhak menjustifikasi perempuan dengan sebutan-sebutan tidak sopan. Ingat ya, cewek bukan barang!
ADVERTISEMENTS
4. Poster satu ini tujuannya untuk menyindir mereka, para lelaki yang sering melakukan pelecehan pada perempuan, entah verbal atau non-verbal
ADVERTISEMENTS
5. Di beberapa negara, menstruasi masih dianggap tabu, menjijikkan, bahkan juga membawa petaka. Padahal haid sudah jadi siklus biologis semua perempuan di dunia
ADVERTISEMENTS
6. Women’s March juga menyentil RKUHP yang dinilai bermasalah dengan perluasan pasal soal zina dan larangan distribusi alat kontrasepsi atau pendidikan kesehatan reproduksi
7. Isu catcalling juga turut dibawa dalam aksi kemarin. Mereka memprotes pelecehan verbal yang masih sering dialami perempuan sekalipun ada di kampung sendiri
8. Perempuan juga seringkali dilecehkan di lingkungan kerja, dan kebanyakan mereka tidak menyadari itu bentuk pelecehan. Padahal perempuan cuma ingin berkarya…
9. Stigma bahwa wanita itu harus menurut sepenuhnya kepada pria memang harus dikubur dalam-dalam. Wanita juga berhak punya cita-cita tinggi!
10. Tubuh wanita seringkali diobjektifikasi. Pun dalam media mainstream, yang masih sering menjadikannya sebuah komoditi. Miris!
11. Menganggap wanita sebagai objek kerap membuat pria merasa pantas meluapkan nafsu birahinya pada wanita, kapanpun dan dimanapun mereka mau. Kendalikan anumu!
12. Tak hanya orang dewasa saja yang turun lapangan memeriahkan aksi Women’s March ini. Para remaja ini menuntut supaya pernikahan dini tidak dijadikan satu-satunya solusi mengatasi kenakalan remaja
13. Kasus perkosaan pada perempuan bukan soal baju apa yang dipakai si korban, tapi justru karena si pelaku yang tak bisa mengendalikan birahinya
14. Sebagian perempuan mungkin merasa biasa saja ketika digoda dengan panggilan “Hai, sayang…”. Padahal itu jadi salah satu bentuk pelecehan verbal
15. Mau pakai baju apapun, berkeyakinan apapun, berideologi apapun, asal otak tidak cuma tentang selangkangan, sah-sah saja kok
16. Stop salahkan pakaian perempuan! Pelecehan juga sering dialami mereka yang sudah berpakaian tertutup. Masih ingat ‘kan kasus pelecehan yang dialami banyak perempuan saat mereka ibadah haji atau umroh??
*Bonus*
17. Artis Hannah Al-Rashid jadi salah satu figur publik yang ikut beraksi dalam Women’s March 2018 di Jakarta kemarin. Ia memang dikenal sebagai perempuan yang punya ketertarikan tinggi pada isu gender
Selain perempuan, ternyata banyak juga kaum laki-laki yang ikut menyuarakan hak-hak perempuan dalam ajang Women’s March kemarin. Ini jadi bukti bahwa tidak semua laki-laki mendukung konsep patriarki yang merendahkan perempuan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita bersama-sama menyuarakan hak perempuan sebagai warga negara, agar tak ada lagi kasus-kasus kekerasan atau pelecehan yang mengancam nyawa mereka. Saatnya perempuan bersuara!