Ada yang unik dari acara pelantikan Donald Trump tanggal 20 Januari lalu. Pertama, banyak pejabat dan orang penting serta artis yang menolak hadir sebagai bentuk protes. Itu belum seberapa, keesokan harinya pada tanggal 21 Januari ribuan orang berkumpul di Washington DC untuk menggelar aksi Women’s March on Washington.
“We are marching because the most powerful man in the world says it is okay to sexually assault women.” – Yvette Cooper MP, panitia acara tersebut
Reputasi seksis dan rasis Donald Trump memang tak diragukan lagi. Kalau dihitung-hitung, memang bukan hanya sekali atau dua kali Trump tertangkap basah melecehkan perempuan. Mulai dari bocoran rekaman bus berisi obrolan tak senonoh tentang perempuan, sampai ungkapan candid bahwa dia seringkali ‘patroli’ di backstage acara Miss Universe ketika pesertanya sedang dalam keadaan telanjang.
Meskipun fokus gerakan ini di Washington DC, namun Trump yang secara gamblang melecehkan setengah populasi dunia yaitu perempuan maka wajar saja jika gerakan ini spontan diikuti perempuan lain di seluruh dunia. Secara total dikabarkan, jutaan orang berkumpul dan menyuarakan keprihatinan akan terpilihnya Trump sekaligus mengingatkan dunia akan hak-hak perempuan yang seringkali disepelekan oleh Trump.
1. Kabarnya, massa yang berkumpul memprotes Trump dalam Women’s March tiga kali lebih besar dibandingkan penonton acara inagurasi kepresidenan di hari sebelumnya
2. Meski akan dibayar mahal, tak ada artis yang mau tampil di acara pelantikan Trump. Namun besoknya, semua artis papan atas dunia ikut berbaris di jalanan secara cuma-cuma
3. Tak hanya sekadar hadir, banyak diantara mereka menyiapkan pidato khusus untuk meningkatkan kesadaran bersama akan peliknya kondisi ini
4. Tak hanya menggiring massa di jalanan, artis-artis berpengaruh ini juga tak lupa menggalang kepedulian dari follower mereka di media sosial
5. Tujuannya sebenarnya sederhana, yakni mengingatkan kembali dunia akan hak-hak dasar perempuan yang setara
6. Kesetaraan hak sesama manusia adalah perjuangan bersama. Laki-laki pun banyak yang meramaikan lautan topi pink yang kemarin memenuhi jalanan kota-kota besar di dunia
7. Tak hanya gerakan untuk mempromosikan kesetaraan gender, tapi juga multikulturalisme yang makin terancam dengan terpilihnya Trump sebagai presiden
8. Meski gelombang pesimisme menyergap setelah kemenangan Trump, tapi solidaritas luar biasa yang datang dari berbagai negara dalam Women’s March ini buat dunia kembali bisa optimis
9. Berlin yang baru saja mengalami serangan teror saja bisa menyadari pentingnya kesetaraan dan toleransi antar sesama manusia
10. Gaung perjuangan atas hak-hak dasar perempuan itu juga terdengar dari bumi bagian selatan seperti New Zealand
11. Gerakan ini bahkan mencapai daerah paling ujung selatan bumi, yaitu Antartika
12. Tak peduli berbaris bersama jutaan orang di jalanan atau sendirian seperti gadis India ini, tiap suara itu pasti terdengar
13. Orang Indonesia juga ada lho yang turut berpartisipasi langsung di Washington DC
Sungguh ironis, bahwa baru sehari menjadi presiden, Trump sudah harus menghadapi demo dan protes dari seluruh dunia. Women’s March on Washington yang akhirnya diikuti di seluruh dunia, barangkali demo anti-Trump yang terbesar. Berabad-abad perempuan selalu ditaruh di belakang, tapi kini sepakat untuk melawan ketidakadilan dan stereotip yang sudah lama disematkan. Sistem patriarki yang sudah mengakar dan Donald Trump, harus siap-siap. Karena sudah rahasia umum ‘kan kalau cewek benar-benar marah, bisa bahaya?