Banyak yang bilang kalau kaum kekinian itu gila merek~
Dari rusuh memperebutkan Nike diskonan hingga rela antri semalaman untuk jadi pembeli pertama iPhone terbaru, kayaknya ada benarnya juga kalau generasi kekinian sekarang disebut-sebut gila merek. Tentunya ada argumen bahwa merek itu seringkali menandakan kualitas, makanya pantas lah jika dihargai mahal. Tetapi dengan maraknya industri barang KW atau peminjaman tas branded hanya untuk pergi kondangan atau arisan, kayaknya banyak juga deh orang yang dibutakan merek tanpa benar-benar melihat fungsinya.
Alhasil, banyak juga orang yang kini menilai orang lain hanya dengan brand atau merek yang mereka pakai. Kecemburuan dan diskriminasi sosial hanya gara-gara barang bermerek ini bahaya juga lho! Nah dalam rangka menyoroti gaya hidup gila merek ini, ada sebuah berita menarik nih guys. Pernahkan kamu mendengar merek Supreme?! Bermula sebagai sebuah toko skate di New York pada tahun 1994, Supreme yang diprakarsai James Jebbia, ini berkembang menjadi salah satu merek street wear dengan penggemar paling fanatik di dunia.
Barang-barang Supreme selalu langsung ludes terjual habis! Bahkan banyak orang yang rela antri seharian dan harus pergi ke luar negeri, hanya demi membeli produk-produk Supreme yang jelas tidak murah. Bukan hanya menjual baju-baju untuk skater boy atau aksesori standar seperti gantungan kunci, Supreme juga terkenal dengan produknya yang super random dan aneh. Dari batu bata seharga Rp400 ribu per bata yang sempat bikin heboh dan jadi viral beberapa tahun lalu, hingga alat pertukangan seperti linggis. Yang lebih gila, barang-barang seperti itu pun laris manis! Mau tahu produk-produk paling aneh apa saja yang pernah dijual Supreme?! Yuk simak ulasan Hipwee News & Feature selengkapnya!
ADVERTISEMENTS
Supreme yang kembali menarik perhatian dunia: toples kaca! Jika bukan karena tulisan Supreme di tengahnya, tampak tak ada bedanya dengan toples yang dijual di pasar atau supermarket
ADVERTISEMENTS
Supreme memang terkenal hobi menempatkan mereknya di barang apapun. Contohnya harmonika yang kini kisaran harganya mencapai Rp2,5 juta ini!
ADVERTISEMENTS
Pada tahun 2015 lalu, sekelompok anak-anak muda pun rela mengantri 2 hari untuk membeli linggis keluaran Supreme. Linggis bercat merah dengan cetakan huruf Supreme putih ini, sekarang masih dihargai hingga Rp4,7 juta!
ADVERTISEMENTS
Masih dari koleksi tahun 2015, salah satu produk terlaris Supreme: air horn! Meski harganya tidak murah, pengeras suara yang biasanya dipakai untuk memeriahkan pertandingan olah raga ini laris manis
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Dijual satuan dengan harga Rp400 ribuan, batu bata Supreme ini langsung diburu fans. Bahkan ada orang Indonesia yang rela terbang ke Jepang dan mengantri demi mendapatkan batu bata bercap Supreme
Dalam waktu kurang dari 1 menit, fire extinguisher atau alat pemadam kebakaran Supreme ludes terjual. Padahal harganya sampai belasan juta! Produk ini juga hasil kolaborasi dengan perusahaan lain
Ke-absurd-an dan jenis produk Supreme yang aneh-aneh ini memang mungkin berasal dari hobinya untuk bekerjasama dengan perusahaan lain. Seperti tongkat baseball hasil collab dengan Mizuno ini
Disamping kolaborasi dengan berbagai merek, Supreme tampaknya sengaja membuat hampir semua produknya dalam jumlah terbatas. Jadi banyak barang limited edition yang bisa dikoleksi, bahkan kantung kertas sederhana sekalipun
Ada juga elemen surprise karena tidak ada yang bisa menebak produk-produk random Supreme selanjutnya. Siapa coba yang menyangka akan ada dupa Supreme?
Bukan nilai atau fungsi barangnya, para konsumen dan fans Supreme tampaknya membeli identitas. Menurut penggemarnya, semua produk Supreme layak dihargai mahal
Meski terlihat sangat nggak masuk akal, fenomena ini bisa dijelaskan secara psikologis. Menurut Dr. Dimitrios Tsivrikos, psikolog konsumsi dari University College London, memiliki barang kebanggan layaknya brand Supreme, Prada, hingga Anti Social Social Club perlu banget untuk kelangsungan hidup. Kelangsungan hidup nggak hanya soal kebutuhan jasmani seperti makanan dan tempat tinggal. Manusia membutuhkan aktualisasi diri sebagai mahluk sosial. Ini udah dilakukan sejak zaman nenek moyang kita yang hobi koleksi taring binatang buas, batu alam, sampai bulu-bulu hewan hasil buruan.
“…Secara psikologis, kita juga perlu membedakan diri kita dengan orang lain. Di jaman dulu, suku-suku primitif mendekorasi diri mereka sendiri dengan bulu-bulu atau batu-batuan berharga untuk memisahkan diri mereka dari anggota suku yang lain dan menarik calon pasangan hidup…”