Memulai Bisnis, Cocoknya Sebagai Brand Maker atau Brand Owner?

Salah satu penyebab keraguan orang-orang dalam memulai sebuah usaha adalah modal. Kapasitas modal yang dimiliki terkadang membuat kita berhenti untuk bermimpi mewujudkan
brand milik sendiri. Padahal banyak jalan dan strategi yang bisa kita pilih untuk merealisasikan mimpi tersebut. Dalam dunia bisnis kita mengenal istilah brand maker dan brand owner. Brand maker didefinisikan sebagai pihak yang memiliki kapasitas produksi sekaligus memegang kendali penuh terhadap sebuah brand. Sedangkan brand owner biasanya menyerahkan proses
produksi kepada pihak lain tanpa label dan memasarkannya dengan brand milik sendiri. APINDO UMKM AKADEMI 10 Maret 2021 kemarin kembali mengadakan webinar UMKM
berjudul Brand Maker VS Brand Owner: Mana yang Lebih Cocok? Dengan objektif memberikan gambaran akan peluang bagi mereka yang masih takut dan ragu memulai bisnis. Bahwa semua orang bisa mambangun brand sesuai kapasitas yang dimiliki. Narasumber yang hadir diantaranya Hatta Kresna CEO dan Founder Rahsa Nusantara dan Gina Priandini Founder Goodvibes.

Hatta Kresna mendirikan Rahsa Nusantara dengan tujuan mengakselerasi kehidupan sehat dan sustainable di Indonesia. Perjalanan bisnisnya diawali dengan berjualan baju tanpa
brand di Lapangan Gasibu, Bandung. Ketika itu ia merasa ada di titik terbawah dalam hidupnya. Kemudia ia berpikir untuk memfokuskan bisnisnya bukan hanya untuk diri sendiri melainkan berdampak bagi masyarakat luas. Menurut Kresna ketika mindset itu berubah rejeki perlahan datang ke kehidupannya.

Kresna menjelaskan beberapa keuntungan bisnis dengan memproduksi barang sendiri. Menurutnya secara nominal bisa menekan biaya untuk kapasitas kecil saat memulai, standar dan nilai bisa dikendalikan secara internal, dan tidak ada order quantity. Menurut Kresna memilih antara brand owner atau brand maker bergantung pada sumber daya yang dimiliki, bisa berupa finansial atau potensi dari pasar.  “Kita harus memiliki dan membangun brand, dengan memiliki brand akan membuat produk
kita bukan komoditas” tutut Kresna.

Gina Priandini Founder Goodvibes juga menceritakan bisnisnya yang lebih memilih kolaborasi dibanding keputusan komersial seperti endorsement untuk menaikkan status
brand. “Kita ingin brand ini inclusive karena menurut kami sekarang dunia lebih membutuhkan segala sesuatu yang lebih terbuka. Jadi inclusive adalah keharusan untuk masa depan
bisnis” jelasnya. Menurut Gina pada saat kita mau membuat sebuah brand objektifnya adalah membuat loyal
customer.

“Saya melihat di micro business yang effort menjalankan bisnisnya tidak mendefinisikan langkah-langkahnya dengan tertib, merek lebih berpikir dapetin revenue yang besar dengan cepat, lupa bahwa setiap brand dibuat untuk mendapatkan loyalitas” tambah Gina. Buat yang mau memulai dengan resource yang kecil yang penting menurut Gina adalah riset pasar. Pengusaha harus mendengar kebutuhan market seperti apa, ekspektasi mereka seperti apa untuk produk yang kita punya. Kedua, produk harus perform di area yang kompetitor tidak punya. Ketiga, harus melihat semua potensi dan terbuka dengan pendapat orang lain.

Webinar APINDO UMKM AKADEMI dengan tema Brand Maker VS Brand Owner: Mana yang Lebih Cocok? dapat Anda saksikan siaran lengkapnya di sini. 

APINDO UMKM AKADEMI rutin mengadakan webinar kewirausahaan gratis setiap hari Rabu dengan menghadirkan pembicara-pembicara inspiratif di dunia bisnis untuk berbagi pengalamannya. Di episode-episode selanjutnya APINDO UMKM AKADEMI akan menghadirkan narasumber lain dan mengangkat tema yang tidak kalah menarik guna menambah wawasan pelaku UMKM untuk bisa maju dan naik kelas. Daftarkan diri Anda di link berikut ini www.topkarir.com/kewirausahaan , dapatkan informasi eksklusif seputar webinar dan program UMKM lainnya yang bermanfaat untuk kemajuan bisnis Anda. Karena sekarang saatnya #UMKMNaikKelas.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini