Ruang Angkasa Hari Ini Adalah Ruang Keluarga Bagi Negara Adidaya

Ruang angkasa negara adidaya

 Sedangkan sisanya hanya kebagian dapur, halaman belakang, dan lebih buruk lagi mungkin ruang sampah. Ya, itulah yang terjadi dalam Muhammadiyah Yogyakarta Diplomatic Course PNMHII XXXII yang diselenggarakan secara daring. Diikuti oleh berbagai mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia, pertemuan akbar anak HI ini mengusung tema Outer Space and Militarisation.

 Tentu saja banyak negara sebagai perwakilan hadir dalam chamber ini. Dengan berbagai kepentingan mereka masing masing yang tentu saja merupakan pesan dari rakyat asal negara mereka, semua beradu argumen dan perdebatan agar bisa didengar suaranya. Meskipun acara yang diselenggarakan dari tanggal 3 hingga 5 November ini tidak bisa mengakomodir seluruh suara yang ada, namun miniatur kepentingan nasional yang dicapai dengan kekuatan nasional benar benar terlihat disini.

 Seperti kita ketahui, Ruang Angkasa seolah tanah tanpa kepemilikan yang bisa diolah oleh siapa yang cerdas. Cerita cerita seperti pengiriman satelit hingga pendaratan manusia ke bulan sudah terdengar semenjak dahulu kala di media media maisntream. Bahkan kurikulum di beberapa negara menjadikan itu sebuah cita cita tertinggi pendidikan yang bisa diraih seorang siswa terdidik. Meskipun yaa seperti kita ketahui, beberapa negara seolah ‘menghapus jejak’ sensasional tersebut, dengan mengemukakan bukti hoax dan berita palsu.

 Namun terlepas dari itu, perdebatan yang berlangsung melalui media dalam jaringan atau daring tidak mengurangi bagaimana negara negara yang hadir untuk menempatkan diri mereka dalam hal ini. Seperti contohnya Kanada, negara yang bertetangga dengan negara adikuasa Amerika ini datang dengan niatan baik untuk kepentingan ummat manusia.

 Perwakilan mereka memiliki sebuah pertanyaan umum yang seolah mewakilkan isi kepala manusia satu dunia “Apakah pelepasan berbagai hal ke ruang angkasa untuk ilmu pengetahuan ataukah malah mencari untung dengan menguasai daerah yang aspek hukumnya saja masih belum jelas?” Ungkapnya.

 Ya, hal tersebut merupakan tanda tanya besar yang sampai hari ini masih dipertanyakan banyak mahkluk bumi, begitulah bisa disebutkan jika memandang ini sebagai hal yang ke- antariksa-an. Kita juga kenyang akan berita berita di setiap tahunnya yang memprediksi bahwa manusia bisa hidup di planet lain, di galaksi lain, bahwa ada bumi yang lain. Planet Mars mungkin sudah bosan untuk disebut berkali kali kendati Mars sendiri memiliki udara yang tidak bersahabat dan es yang sulit untuk mencair, toh mungkin, kepentingan berita semata?

 Sebelum hadir di sidang akbar ini, Kanada menegaskan melalui badan otoritas ruang angkasa mereka, NORAD (North America Aerospace Defense Command), bahwasannya sudah menandatangani perjanjian kerjasama dengan delapan negara terakit perjanjian eksploitasi bulan.

Negara tersebut diantaranya Australia, Italia, Jepang, Luxemburg, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat.

 Mereka juga bersepakat akan perjanjian pengiriman satelit untuk mengawasi perubahan iklim, pencairan es dan pengawasan maritim yang dimaksudkan untuk membantu pertahanan negara. Yang mencuri perhatian dalam rancangan ini adalah kehadiran Australia dan Amerika yang datang bersama untuk melakukan resolusi namun seolah berbeda sudut. Amerika di sudut biru dan Australia di sudut merah.

 “Kita sama sekali tidak menyalahkan Amerika dengan kekuatan mereka, namun yang mengecewakan adalah setelah proses perdebatan panjang kami tidak bisa mengeluarkan resolusi yang berarti dan pantas didengar.” Ucap perwakilan Australia.

 Ia mengemukakan bahwa council kali ini penuh dengan kepentingan dan ego dari semua negara yang hadir, tentu saja Australia yang berharap satu langkah dengan Amerika berharap flow debat bisa berjalan nyaman. Namun kenyatannnya, Amerika malah tidak terlalu aktif dan membuat semua pernyataan terasa terhambat.

 Dari diamnya Amerika inilah, membuat negara negara yang memang berambisi untuk mengambil kesempatan semakin memantapkan niat mereka. Ruang Angkasa yang dianggap seolah Rumah Kosong bagi negara negara di bumi mulai dikavling-kavling ruangnya agar bisa mendapat kepentingan pribadi mereka.

 Perwakilan Australia mengungkapkan adanya perjanjian perkembangan teknologi, penelitian sains, sebenarnya berguna untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Namun pada faktanya memang, kepentingan tetaplah kepentingan. Kavling kavling ambisi sudah ditetapkan menurut kepentingan masing masing. Dari perjanjian yang dirancang tersebut, ada yang mendapat ruang keluarga di ruang angkasa, ada yang mendapat ruang tamu sebagai wajah saja bagi dunia internasional.

 Ada yang mendapat kamar kecil juga mendapat kamar yang luas, dengan kekuatan lobby lobby mereka terhadap empunya forum, atau dengan segala trik dan intriknya, membuat pembagian pembagian itu terasa nyata dan begitu transparan. Jangan lupakan mereka yang hanya mendapat dapur, ruang belakang atau bahkan tempat sampah ruang angkasa.

 Seringkali terpojok dalam forum internasional dan tidak berharap banyak karena berpikir bahwa suatu saat di kondisi yang tepat dapat membuat halaman belakang tersebut sebagai taman asri tempat ngobrolnya negara negara yang sudah taubat untuk berkuasa tidak hanya di bumi namun di ruang angkasa juga.

 Jangan lupakan mereka yang mendapat tempat sampah, berharap bisa mendaur ulang sampahnya agar bisa menjadi produk yang dapat dijual dan membuat mata internasional terbuka. Indonesia?

Masih nyaman di teras, dengan secangkir kopi, kebagian satelit Palapa.

Salam.

Sultan Syafiq / Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini