“Ih masa kamu nonton sendirian sih? Lain kali kalau mau nonton ajakin aku aja biar nggak sendiri. Kasian banget udah jomlo kayak nggak punya temen lagi.”
Kata-kata itu suatu ketika dilontarkan oleh seorang teman dan saya jadi makin nggak ingin pergi bersama, masa 2019 masih ngebercandain jomlo (sekilas info, jomlo adalah bentuk BAKU dari jomblo, wahai warganet). Hih!
Belakangan ini saya memang jadi sering melakukan beberapa hal sendirian, makan, nonton, kangen, semuanya sendirian. Saya merasa hal ini praktis dan anti ribet, bahkan bisa lebih mengenali diri sendiri. Tapi, jangan dikira saya sudah seperti ini dari dulu. Dulu saya punya anggapan yang sama dengan kutipan teman saya di atas. Jadi, begini ceritanya…
ADVERTISEMENTS
Punya banyak teman, ada pacar, keluarga yang siap siaga, semua bahu membahu membantu melakukan ini itu
Hampir setiap hari saat kuliah saya tinggal menghubungi teman-teman untuk makan atau sekadar jalan-jalan. Kalau nggak punya teman makan, ya nggak makan. Kalau teman bisa diajak makannya malam, ya makannya saat malam saja. Begitupun dengan pacar–yang sekarang milik orang–yang selalu memaksa untuk mengantar ke sana ke mari. Mau ke kampus, diantar. Mau bertemu teman, diantar. Mau melakukan ekspedisi mengungkap letak Atlantis, diketawain.
Karena lama di perantauan, orang tua terutama ibu saya saat saya di rumah akan mempersiapkan segala yang saya inginkan. Ia akan menyuruh saya istirahat karena menurutnya saya sudah lelah saat di perantauan.
Segalanya berubah seiring waktu berlalu. Awalnya terasa berat dan nggak semudah dulu
Seiring waktu berlalu, teman-teman yang biasanya hanya one-call-away menjadi sibuk dengan dunianya sendiri-sendiri. Ada yang sibuk skripsi, menjalankan usaha, menikah, hingga menjadi menteri pertahanan agar nggak ngechat duluan. Bahkan karena Jogja terdiri dari perantau-perantau, banyak teman yang pulang ke kampung halaman setelah lulus duluan. Pacar yang dulu selalu mengantar ke sana ke mari sekarang mengantar yang lain, barang Go-send hehe, nggak ding.
Yang paling menyakitkan adalah ibu saya yang sakit dan kabar dari dokter tentang penyakit yang diderita beliau. Ibu saya yang sebelumnya aktif berkegiatan, sekarang harus dibatasi aktivitasnya. Saya selalu pulang saat akhir pekan, nggak memedulikan mereka yang bilang cupu dan sebagainya.
Setelah terbiasa melakukan segalanya sendiri ternyata hal tersebut bukan masalah kok. Jika ada yang mengataimu pathetic, mungkin mereka justru merasa tak nyaman dengan dirinya sendiri
Setelah berbagai kejadian dan sebuah kepindahan akhirnya mau tak mau banyak hal yang sebelumnya dilakukan bersama sekarang harus dilakukan sendirian, dari makan, nonton, motoran berpuluh-puluh kilometer. Bahkan hal tersebut membuat saya kadang malas pergi makan bersama teman karena harus lelah menentukan pilihan tempat makan hingga proses tunggu-tungguan. Coba bayangkan, kamu mau makan A tapi teman kamu nggak setuju tanpa memberi opsi B, kan mending tancap gas sendiri.
Pun dulu saya merasa nonton di bioskop sendirian justru lebih menakutkan dari film horror yang sedang tayang. Tapi, ternyata nggak seburuk itu kok. Ya paling yang bikin horror kalau ada mas-mas di samping kamu yang parfumnya sama kayak mantan, harus betah selama dua jam!
Melakukan banyak hal bersama teman atau kekasih nggak masalah kok. Tapi, saat mereka menghilang bisa jadi kamu akan sulit jika tiba-tiba melakukan apa-apa sendirian, apalagi jika kamu susah menyesuaikan. Sebaiknya, kurang-kurangin deh bergantung ke orang lain dan #UpgradeDirimu untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri.