Labirin 8 – #6 Labirin Kelima

Labirin 8 Eva Sri Rahayu

Satu per satu anggota tim mulai tumbang. Tanpa Wiratma yang dianggap memahami seni bangunan, mereka tetap harus menafsirkan kode-kode di ruangan. Ketakutan, penyesalan, kemarahan, kelaparan, mereka menyadari bahwa labirin tersebut memaksa mereka untuk bertindak lebih jauh, apa pun itu.
***

Semua mata tertuju pada pintu batu yang tertutup. Sesaat, tak ada yang bereaksi. Mendadak Tungga bangkit, berlari sempoyongan ke arah tembok itu. Dia menunjuk-nunjuk dinding itu sambil berteriak, “Mati kamu! Wiratma jahanam! Mati kamu! Kamu memang pantas mati!” Dia kemudian memukul-mukul dinding dengan membabi buta. Bunyi gesekan ruas jari dan dinding terdengar lamat-lamat di sela debam mengerikan. “Setan …!” lolongnya, sebelum ambruk. Pria itu menarik-narik rambutnya dengan kasar. Kemudian menangis sejadinya. Siapa pun dapat merasakan dari getar tangisnya yang menyayat, dia tak membenci Wiratma. Rasa kehilangan dan penyesalan menguar tajam seolah dapat meremukan tulang.

Setelah tangis Tungga mereda, Suacheng mendekati pria itu. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia meraih tangan Tungga yang terluka. Pelan-pelan dia meneteskan antiseptik ke bagian yang luka.

Labirin 8 - #6 Labirin Kelima

Tungga menangisi kepergian Wiratma | ilustrasi: Hipwee via www.hipwee.com

“Tenang dirimu. Kita enggak kepengin kehilangan anggota tim lagi,” ucap Anggara sambil menepuk pundak Tungga.

Suacheng kemudian berbalik, bermaksud menghampiri mayat Meta, tetapi Maya sudah lebih dulu melakukannya. Dilihatnya perempuan itu membetulkan posisi Meta yang kepalanya sempat jatuh mengenai lantai batu. Tangan perempuan itu merapikan rambut Meta, memperlakukan mayat itu dengan hati-hati.

“Maaf, ya, maaf, kami nggak menguburmu,” ujar Maya sungguh-sungguh.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Eva Sri Rahayu aktif menulis sejak tahun 2006. Karya-karyanya lebih banyak mengangkat tema kehidupan remaja dengan tujuan memberi edukasi kepada generasi muda lewat literasi. Kini tengah terlibat produksi serial animasi mengenai kearifan lokal sebagai penulis skenario.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi