Ramadan tiba ramadan tiba ramadan tiba
Tiba-tiba ramadan tiba-tiba ramadan
Tiba-tiba ramadan tiba-tiba ramadan~
Lirik lagu Opick yang udah direvisi tersebut hingga kini masih terngiang-ngiang di kepala saya. Ramadan memang menjadi momen yang paling saya tunggu-tunggu. Sebelas bulan maksiat, masa satu bulan ramadan aja saya nggak bisa fokus mendulang pahala? Gratis ongkir tanpa minimal belanja aja saya rela rebutan, masa pahala yang dikasih cuma-cuma saya diemin aja? Maka dari itulah, di bulan suci penuh berkah ini saya berusaha untuk menjadi diri saya yang paling baik di antara 11 bulan lainnya.
Momen salat tarawih pun menjadi satu hal yang wajib saya lakukan di masjid jika nggak ada undangan buka bersama dari teman-teman. Bukan hanya rindu diimami, tapi tarawih juga cuma ada di bulan ramadan. Jadi saya nggak mau menyia-nyiakannya. Apalagi setelah salat selesai, jamaah sama-sama mengucap niat untuk berpuasa esok hari. Jadi kalau besok lupa niat nggak masalah~
Setiap malam, saya selalu punya cerita yang dibawa pulang. Salah satunya adalah yang sangat membuat saya penasaran. Bahkan ketika sampai di rumah, saya langsung membuka Alquran.
ADVERTISEMENTS
Malam pertama tarawih, setelah sekian lama nggak ikutan salat jamaah di mesjid, ada satu hal yang jadi pikiran buat saya
Kamu pasti jarang mendengar imam baca surat An-Naas setelah Al-Fatihah ‘kan? Karena memang biasanya surat-surat pendek ini dibaca pada salah tarawih dan witir. Jadi pada malam pertama salat tarawih, akhirnya saya mendengarkan suara merdu imam membacakan surat terakhir dalam juz 30 ini. Namun fokus salat saya pada rakaat terakhir sedikit terganggu, setelah mendengar imam membaca “maliki” pada ayat kedua surat An-Naas. “Ma” pada “maliki” dibaca pendek oleh sang imam.
Entah kenapa terpikirkan saat itu: “Kok selama ini saya tahunya dibaca panjang ya?”
Rasa penasaran tersebut nggak bisa hilang sampai saya pulang ke rumah. Entah kenapa di pikiran saya “ma” pada “maliki” dibaca panjang. Entah karena kebiasaan waktu kecil, atau karena hal lain. Mungkin kamu juga sama seperti saya, kita sering membaca Alquran, tapi selain juz 30. Kenapa? Karena juz 30 merupakan hapalan. Jadi tanpa dibaca tulisan arab yang ada di Alquran, bacaan tersebut akan terngiang-ngiang di ingatan.
Oleh karena itu, sesampai di rumah saya langsung membuka Alquran. Dan ternyata benar, “ma” pada “maliki” memang dibaca pendek.
Penasaran saya nggak berhenti di sana aja. Karena saya sering juga membaca “maliki” namun “ma” dibaca panjang. Alhamdulillah, saya menemukan jawabannya
Tapi saya tetap bersikeras bahwa selama ini, “ma” pada “maliki” dibaca panjang. Setelah mencari-cari, ALHAMDULILLAH AKHIRNYA SAYA MENEMUKAN JAWABANNYA. Ternyata “ma” pada “maliki” ada pada surat Al-Fatihah ayat ketiga. Pantas saja, kok saya merasa selalu membaca “ma” pada “maliki” dengan panjang. Malam itu, saya benar-benar bahagia. Sepele memang, tapi semua itu berkat Ramadan. Berkat salah tarawih berjamaah. Berkat mendengarkan lantunan ayat yang dibacakan oleh imam.
Bagi saya pribadi, pencapaian nggak selalu merupakan hal baru. Misalnya saja cerita saya di atas, itu udah menjadi sesuatu yang membuat saya lebih baik. Nggak perlu muluk-muluk, mengetahui “ma” pada “maliki” di surat An-Naas dibaca pendek aja saya udah merasakan berkah. Ini bukan pamer ibadah, cuma berbagi hal-hal kecil yang luput dari rasa syukur. Mana tahu kamu juga berpikiran yang sama bukan?
Sampai ketemu di #HipweeJurnal selanjutnya!