Oke, sekali lagi kita bangsa Indonesia membuktikan bahwa kita belum siap menghadapi arus derasnya dunia digital kata "teknologi" dan "modern" rupanya masih menjadi hal yang harus diperdebatkan kegunaannya. Coba tengok, contoh sederhana bagaimana kita merespon terhadap keberadaan angkutan online yang ada saat ini. Bukankah hak setiap orang menentukan apa yang hendak dikonsumsinya?
Terjadinya kasus pengrusakan kendaraan serta kasus kekerasan antar sesama pengemudi angkutan umum merupakan hilir atas carut-marutnya sistem pemerintahan di Indonesia. Pemerintah tidak menanggapi keberadaan angkutan umum online secara serius dan dewasa sejak awalnya. Pemerintah seharusnya sadar dan merasa malu dengan adanya perselisihan yang berubah menjadi konflik horizontal antar sesama pengemudi angkutan umum.
Menurut saya pribadi, apa yang dirasakan oleh pengemudi angkutan konvensional tak lain adalah rasa kekhawatiran yang butuh kepastian. Layaknya seorang wanita yang menunggu dilamar oleh prianya. Ya, bukankah demo adalah ekspresi kita dalam menunjukkan rasa tidak puas terhadap sesuatu.
Ibarat seorang pedagang bawang di kios pasar yang telah berjualan selama puluhan tahun, kemudian secara tiba-tiba muncul seorang pedagang baru yang menawarkan bawang dengan harga lebih murah. Lantas haruskah pedagang yang lebih dulu ada memukul pedagang baru. Bukankah kita manusia lebih beradab dari tindakan barbar semacam itu.
Tindakan kekerasan serta perusakan yang dilakukan oleh pengemudi angkutan umum tradisional memang tidak dapat dibenarkan dan para pelaku harus bertanggung jawab sesuai hukum yang ada. Namun, bila kita lihat lebih dalam fenomena ini, bukankah semua itu muncul karena sesuatu. Sesuatu yang mungkin telah menyakiti dan menakutkan. Sakit karena perlakuan yang tidak adil, dan takut apabila pendapatannya menurun dan tak mampu membiayai biaya sekolah anaknya.
Apa yang ditawarkan oleh pengemudi online merupakan hal baru dan pemerintah dengan jelas memperlihatkan ketidaksiapannya akan hal itu. Alasan mengapa harga angkutan online lebih murah adalah karena tidak mengikuti apa yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 2009 yang mengatur tentang angkutan umum yaitu tidak terdaftar secara resmi dan tidak membayar pajak layaknya angkutan umum lainnya.
Seharusnya yang patut kita tunggu adalah sikap dewasa pemerintah yang mau merevisi undang-undang dan memperbaiki tatanan sistem negara ini agar lebih baik.
Lagipula kita bangsa Indonesia bukankah selalu silau dengan hal-hal baru yang hanya bersifat sementara, kita lihat saja contohnya fenomena batu akik kemarin. Lalu kemana semua batu-batu itu pergi saat ini. Apakah hilang dan kembali ke pertambangan begitu saja?
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.