Salah satu hal yang sangat menyedihkan adalah ketika kegagalan demi kegagalan memalukan yang dilakukan oleh anakmu ini lalu kau hanya berkata, “Nggak apa-apa.” Dengan senyumanmu yang teduh dan menenangkan, kau mencoba selalu terlihat baik-baik saja di depan anak-anakmu ini. Di balik kata-katamu yang seolah kuat, kami, anak-anakmu sebenarnya tahu satu hal: Kau sudah seringkali kami kecewakan. Padahal, sudah banyak rupiah, waktu, dan peluh yang kau gadaikan demi anak-anakmu ini, Ayah.
Tapi apa yang bisa kami berikan? Bahkan di usia kami yang sudah seharusnya membuat kau duduk tenang di rumah, menyaksikan televisi, tanpa harus berlelah-lelah mengendarai motor mencari nafkah, apa yang sudah kami berikan padamu, Ayah? Harapan? Luka? Kekecewaan? Kepedihan? Rasa malu?
Kau selalu berusaha menampilkan wajah ceria dan baik-baik saja setiap kali kegagalan demi kegagalan kami muncul. Padahal kami tahu, kau benar-benar terluka. Kau tetap berusaha berdiri kuat dan tabah di mata keluargamu dan orang-orang di luar sana yang sama sekali tak tahu apa-apa perihal kita. Tapi apa yang kami berikan padamu, Ayah? Kami hanya seringkali mengeluhkan kata ‘nanti’ setiap kali kau mintai tolong. Kami hanya bisa menggerutu setiap kali kau bertanya tentang sesuatu yang sifatnya kekinian. Hingga tak jarang kami temukan kau mencoba mencari tahunya sendiri dari buku-buku lawas yang diobral itu.
Ketika peluhmu jatuh dan kau rela bangun pagi-pagi untuk menerjang hujan, kau tempuh jarak hingga 20 kilometer setiap harinya di usiamu yang sudah tak lagi muda, apa yang bisa kami berikan sebagai anak-anakmu, Ayah? Kami hanya repot memikirkan kesenangan kami semata. Kami bahkan seolah tak punya waktu barang semenit saja untuk menggaruk punggungmu yang gatal sehingga seringkali kami lihat kau berusaha menggaruknya sendiri.
Saat kami bahkan berfoya-foya menyantap makanan mahal dan fancy di luar sana, kami seolah lupa kalau kau bersusah payah menghasilkan rupiah demi rupiah ini. Engkau yang telah memperjuangkan setiap sennya justru hanya memakan lauk dan nasi sisa kemarin. Sungguh Ayah, apa yang telah kami berikan sebagai anak-anak yang kau besarkan dan didik sejak kecil ini?
Maafkan kami, Ayah.
Maafkan kami yang seharusnya sudah bisa memberikan banyak hal di usiamu yang sudah senja ini. Maafkan kami yang terlalu sering mengecewakan kau dari keputusan demi keputusan bodoh yang kami buat. Maafkan kami pernah begitu membumbungkan harapanmu setinggi langit lalu kini kami hanya tumbuh tak lebih tinggi daripada tunas kacang di depan rumah. Maafkan kami, Ayah.
Maafkan kami yang seharusnya sudah menggantikan motor bututmu itu dengan mobil yang lebih layak sehingga kau tidak kepanasan atau kehujanan. Maafkan kami yang seharusnya memberikan kau rumah yang nyaman dan tempat tidur yang empuk. Maafkan kami yang seharusnya sudah membangun masa depan dan kau tinggal menikmatinya saja di sana, Ayah. Sungguh, apa yang sudah kami berikan padamu, Ayah?
Ayah, maafkan harapan demi harapan yang telah membuatmu lelah ini. Maafkan dan tetap doakan kami, Ayah. Kami sungguh-sungguh ingin memberimu lebih dan lebih.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
��� Maafin aku pahh
Bapak..���
Kan sudah ada mahira dan mihrima. Itu sdh lbh dr segalanya.
Inspiratif dan menggugah….. Aku tak berharap banyak anakku. melihat kalian berhasil saja itu sudah membahagiakan kami……kami tak berharap lebih…….
Menarik dan natural..
Ga apa2 nak