“Eh tahu nggak sih, si Dini kan bulan depan nikah.”
“Wah yang bener? Emang calonnya orang mana?”
“Orang Bogor. Katanya mereka kenal di facebook gitu deh.”
“Ih, kok mau sih? Kan serem gitu, ketemu di media sosial.”
Kata orang, meskipun jodoh nggak akan ke mana, tapi jodoh juga perlu dikejar, dan diperjuangkan. Sayangnya, banyak orang yang hobi menghakimi bagaimana orang lain mendapatkan jodohnya. Padahal kan namanya usaha. Dari mana-mana harus di coba kan?
ADVERTISEMENTS
Untuk mengatasi persoalan tuna asmara, kini banyak aplikasi ataupun layanan-layanan perjodohan. Sayangnya, orang masih sering meremehkan
Semakin dunia berkembang, nampaknya orang semakin kesulitan mencari pasangan. Mulai dari kesibukan yang begitu tinggi sampai tak sempat lirik sana-sini, sampai sulitnya mencari sosok yang klik di hati. Dari fenomena inilah, muncul berbagai layanan biro jodoh yang siap membantu problematika tuna asmara. Mulai dari biro jodoh mandiri berbasis aplikasi seperti Tinder, sampai biro jodoh konvensional via perantara seperti Setipe, AyoNikah, LunchActually, dan masih banyak lagi. Layanan-layanan ini jelas tidak membantu. Sayangnya, banyak yang masih ragu karena cara ini sering mendapat pandangan negatif dari orang-orang.
ADVERTISEMENTS
Orang yang cari jodoh lewat aplikasi ataupun biro jodoh sering dianggap tidak laku. Dan jodoh yang didapat pun sering dianggap ‘kurang berkualitas’
Stigma dalam masyarakat dengan mudah men-jugde seseorang yang menggunakan jasa pencarian jodoh sebagai orang yang nggak laku. Dan jodoh yang didapatkan dari cara-cara semacam itu otomatis dianggap ‘kurang berkualitas’ juga. Dianggap nggak laku juga. Logika yang dipakai, bila memang dia laku, pasti dia bisa menemukan jodohnya sendiri. Padahal jodoh kan bukan sekadar ada naksir, nembak, pacaran, lamaran, dan nikah. Yang datang mungkin banyak. Tapi bukan berarti jodoh selalu mudah ditemukan, bukan? Soal hati nggak bisa dibohongi. Kamu juga pasti ingin mendapatkan yang paling klik kan?
ADVERTISEMENTS
Jangankan jodoh, kenalan yang berasal dari media sosial pun seringnya diremehkan. Dianggap kurang real dibanding mereka yang kenal tanpa situs pertemanan
Lupakan tentang hal se-serius jodoh. Dalam hubungan pertemanan, seringkali teman yang didapat dari media sosial dianggap remeh dan kurang berkualitas daripada teman yang datang dari dunia nyata. Memang betul, media sosial sering disalah gunakan untuk mengakomodasi niat jahat seseorang. Namun bukan berarti semua orang yang ada di sana tidak bisa dijadikan teman. Toh, bukankah memang itu esensi dari media sosial? Kamu bisa berteman dengan seseorang yang jauh dari tempat tinggalmu dan mungkin belum pernah kamu temui. Nggak perlu membatasi diri, asalkan kamu pandai-pandai menjaga diri. Teman di dunia nyata-pun belum tentu tidak punya niat jahat sama sekali.
ADVERTISEMENTS
Padahal jodoh ada memang untuk dicari. Setiap usaha wajib dijalani, agar segera bertemu dengan pujaan hati
Mungkin benar jodoh nggak akan ke mana. Tapi kalau dia nggak ke mana-mana, dan kamu juga nggak ke mana-mana, lalu kalian akan bertemu di mana? Kamu bukan sedang menunggu tukang sekoteng lewat di depan rumah. Jodoh perlu dicari dan dijemput, agar dia nggak salah jalan dan kesasar. Karena itu, meski Tuhan sudah menciptakan seseorang untukmu, kamu harus bekerja keras untuk menemukannya. Segala cara harus kamu coba. Apa salahnya mencari lewat layanan pencarian jodoh? Bagaimana bila memang jodohmu ada di sana? Dan hanya karena gengsi termakan omongan orang, lantas kamu nggak pernah bertemu dengannya?
ADVERTISEMENTS
Mencari jodoh lewat aplikasi atau biro jodoh tak ubahnya seperti mencari pasangan dengan perantara. Tanpa kamu sadari, kamu sering juga melakukan ini
Pernahkah kamu meminta bantuan temanmu untuk dicarikan pasangan saat kamu sudah desperate mencarinya sendiri, sementara orang tua sudah menanyakan mana calonmu setiap hari? Pernahkah kamu minta dicarikan pasangan kepada orang tuamu, atau keluargamu, atau siapapun, karena kamu merasa kesulitan menemukan sendiri? Pernahkah kamu naksir seseorang dan minta bantuan pada temanmu untuk menjadi mak comblang? Nah, konsep itulah yang dilakukan oleh layanan pencarian jodoh itu. Konsep comblang-percomblangan, di mana ada dua orang yang dipasangkan dan ada satu orang yang menjadi mak comblang. Sama saja bukan sebenarnya?
ADVERTISEMENTS
Toh mereka tidak langsung menikah juga. Ada proses penjajakan dan pencarian kecocokan yang dilalui. Tak asal pilih, tetap ada proses seleksi
Proses pencarian jodoh kurang lebih tahapnya sama. Kenalan, penjajakan, dan kalau yakin lanjut ke pelaminan. Apapun cara yang ditempuh untuk mencari pasangan, semua orang melakukan hal yang sama. Ada proses yang dijalani, bukan sekadar disodori orang, tertarik secara fisik, lalu langsung menggelar resepsi. Setiap orang punya kriteria yang berbeda untuk calon pasangan. Ada yang suka sosok romantis, ada yang suka sosok yang serius. Semuanya ada prosis pilih memilih. Mencari pasangan lewat layanan pencarian jodoh tetap saja memakai sistem seleksi.
Tak perlu memandang sebelah mata, toh setidaknya mereka berusaha. Daripada hanya berpangku tangan, dan menunggu selamanya
Setiap orang punya cara sendiri untuk menemukan jodohnya. Tak perlu meremehkan ataupun menghakimi cara orang lain untuk mencari pasangan. Karena yang terpenting dari semuanya adalah usaha. Dia yang berusaha dengan menempuh cara-cara yang dianggap kurang ideal, tetap lebih baik daripada terus menunggu selamanya tanpa pernah ada usaha. Biar saja masing-masing orang memutar daya kreatifnya, dan menempuh cara uniknya sendiri untuk menemukan si ‘the one‘. Namanya juga usaha.
Tidak ada cara yang ideal, karena memang banyak pertemuan yang nggak terduga. Kamu kan juga nggak tahu bagaimana pertemuanmu dengan ‘the one’ mu kelak. Kadang kamu melihat terlalu jauh, padahal jodohmu sudah ada di dekatmu. Dan terkadang, kamu begitu terpaku pada jalanan sekitarmu, padahal mungkin kamu bisa menemukannya jika kamu mau berjalan sedikit ke ujung perempatan.
Karena kreatifitas Tuhan dalam mempertemukan dua orang memang nggak perlu dipertanyakan lagi, kenapa kamu harus menutup diri? Mencoba segala kemungkinan tetap lebih baik daripada hanya berpangku tangan, dan menunggu sesuatu yang entah kapan datang.