Ketika Kita Merasa Harus Jadi Sarjana, Google Menganggap Gelar Sarjana Tak Mutlak Bagi Karyawannya

Gelar sarjana di Indonesia sering dianggap sebagai syarat mutlak bagi kesuksesan seseorang di masa depan. Seakan tanpa gelar akademis di tangan kesempatan untuk masuk ke perusahaan bergengsi dan mengejar karir yang menjanjikan pun tertutup dengan serta merta.

Tapi tahukah kamu jika Google, salah satu perusahaan multinasional terbesar yang punya kantor keren di Jakarta yang pernah Hipwee bahas di artikel ini justru tidak begitu mementingkan gelar sarjanamu? Salah satu petinggi Google sekaligus kepala rekrutmennya, Laszlo Bock, mengungkapkan bahwa nilai akademik dalam ijazah sarjanamu tidak bisa serta-merta memberikan gambaran potensimu sebagai karyawan. Jadi, IPK 4 sempurna bukan jaminan kamu bisa bergabung ke perusahaan ini.

Lantas, apa saja sih yang dilihat perusahaan sekaliber Google dari kandidatnya selain gelar perguruan tinggi?

ADVERTISEMENTS

1. Google menganggap gelar sarjana bukanlah jalan satu-satunya bagi seseorang untuk menunjukkan bakatnya.

aaaa

Gak perlu gelar untuk menunjukkan bakatmu. via www.businessinsider.com.au

“Saat orang yang tidak mengenyam bangku sekolah bisa berhasil dalam hidupnya, berarti dia adalah orang yang istimewa. Kita perlu melakukan yang terbaik untuk bisa menemukan lebih banyak orang-orang seperti ini.”

Bagi Google gelar sarjana bukan segalanya, memang tentu saja di dalam perusahaan ini bertebaran orang-orang dengan gelar Ivy League mentereng.  Tapi, Google sendiri tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang mutlak.

David Byttow, seorang Google Engineer menungkapkan ceritanya dalam laman Medium  pribadinya tentang bagaimana ia bisa diterima di Google meski tanpa mengantungi gelar Sarjana,

“Sebenarnya aku ingin kuliah tapi sayang GPA (nilai, setara dengan IPK) SMA ku termasuk rendah untuk dapat diterima di universitas.  Akhirnya aku memilih masuk ke universitas kecil di kotaku dan berharap bisa masuk ke universitas yang lebih bergengsi di semester berikutnya.

Tapi pada 2 semester selanjutnya ada tawaran pekerjaan untuk mengerjakan sebuah game online di perusahaan kecil. Aku rasa itu bisa jadi pendongkrak karirku, maka aku memilih untuk keluar kuliah dan fokus bekerja. Semenjak itu aku benar-benar belajar semuanya secara otodidak. Dari orang-orang yang berpengalaman aku belajar bagaimana cara menghadapi masalah dengan tenang. Aku juga belajar bahwa tidak ada artinya merencanakan sesuatu tanpa membuatnya secara langsung.

5 tahun kemudian aku mencoba melamar ke Google. Setelah proses tes dan wawancara yang panjang akhirnya aku diterima.”

ADVERTISEMENTS

2. Alih-alih memikirkan kamu datang dari latar belakang pendidikan apa, Google justru mencari orang yang paling dibutuhkan oleh perusahaan mereka.

Tunjukkan bahwa kamu serbabisa.

Tunjukkan bahwa kamu serbabisa. via wikimotive.com

“Kami akan memilih pelamar yang memiliki kemampuan kognitif tinggi, rasa ingin tahu yang besar, mau belajar, berjiwa pemimpin, tapi belum memiliki pengetahuan yang memadai, daripada seseorang yang cuma fokus pada satu bidang dan menjadi ahli di bidang tersebut.”

Gelar sarjana hanyalah sebuah sertifikat keahlian. Misalnya, punya gelar di bidang jurnalisme adalah penanda bahwa kamu tahu sedikit-banyak tentang menulis berita dan mewawancarai narasumber. Tapi, itu belum tentu menunjukkan apakah kamu bisa menyajikan ide yang brilian. Belum tentu juga itu menunjukkan kemampuanmu bicara di depan orang banyak. Belum tentu kamu bisa membangun sebuah situs atau berpikir secara antusias terhadap suatu permasalahan.

Lebih lanjut lagi, ijazah sarjana itu belum tentu membuktikan bahwa kamu memang memiliki karakter yang diperlukan perusahaan. Apakah kamu orang yang mau belajar? Apakah kamu orang yang terbuka pada kritik? Apakah kamu luwes dan komunikatif, atau selama ini cuma sukses melalui berbagai tes di bangku kuliah?

ADVERTISEMENTS

3. Kenapa gelar sarjana tak begitu penting bagi Google? Sebab toh gelar sarjana tak serta menjamin kemampuan berpikir logis seseorang.

Berpikir logis dan analitis.

Berpikir logis dan analitis. via www.thecultden.com

“Secara alami, manusia adalah makhluk yang kreatif, namun bukan makhluk yang logis. Logika dan cara berpikir yang runut adalah dua kemampuan yang harus berusaha dipelajari seseorang.”

Berpikir secara logis tak segampang kelihatannya. Bahkan, orang-orang yang bergulat di bidang komputer dan matematika masih bisa terjebak pada kesesatan logika.

Misalnya, di tahun 2010 Facebook mengklaim bahwa semakin banyak seorang kandidat politik memiliki fans di Facebook pagenya, semakin mungkin dia memenangkan pemilihan umum , Tapi, ini pendapat yang kurang tepat. Mungkin aja calon yang punya banyak fans di Facebook page-nya itu memang sudah terkenal dari dulu. Kandidat politik yang punya fans sedikit di Facebook juga masih mungkin menang kalau konstituennya memang bukan pengguna Facebook yang aktif.

Para karyawan Facebook yang membuat klaim di atas tidak menunjukkan kemampuan berpikir analitis yang baik. Padahal, Facebook adalah salah satu perusahaan Internet multinasional terbesar di Amerika. Seharusnya, yang bekerja disana bukan orang-orang sembarangan, bukan?

Memilah data dan membuat simpulan dari data-data tersebut memerlukan pelatihan teknis yang khusus, demi memahami hubungan sebab-akibat dan mengeksplorasi pola-pola data yang ada. Gelar sarjana saja tak akan cukup memastikan bahwa kamu bisa melakukannya.

ADVERTISEMENTS

4. Google lebih tertarik membentuk orang yang punya daya juang dan kegigihan daripada mereka yang mengantungi nilai sangat memuaskan

Buktikan kegigihanmu.

Buktikan kegigihanmu. via tgcl.ca

“Hal yang membedakan mahasiswa yang biasa-biasa aja dengan mahasiswa yang sukses itu bukanlah pengetahuan mereka, melainkan kegigihan mereka mengusahakan sesuatu.”

Google lebih tertarik untuk membentuk orang-orang yang punya kegigihan dibandingkan mereka yang cerdas dan punya nilai tinggi tetapi malas. Sementara, kita tidak bisa melihat apakah seseorang itu “sudah pintar dari sananya” atau memang pekerja keras cuma dari gelar sarjana saja. Buat sebagian orang, kuliah itu mudah. Mereka bisa tetap dapat nilai A meskipun sebelum ujian akhir mereka dugem sampai jam 4 pagi. Padahal, yang lain cuma dapat nilai B meskipun sudah susah payah belajar.

ADVERTISEMENTS

5. Google tentu saja tidak menyarankanmu untuk tidak kuliah. Hanya saja gunakan waktu kuliahmu untuk benar-benar menggembleng soft skill dan mengumpulkan pengalaman

Asah kemampuanmu, jangan cuma berfokus ke satu hal.

Asah kemampuanmu, jangan cuma berfokus ke satu hal. via www.ccri.edu

“Saya bukannya menyarankan bahwa kamu tidak usah kuliah. Asal, pikirkan juga kenapa kamu harus kuliah, dan apa yang kamu ingin lakukan selepas jadi sarjana.”

Kuliah itu penting, setuju; kalau bisa, memang sebaiknya kamu belajar di perguruan tinggi. Tapi, yang penting itu bukan penguasaanmu terhadap jurusan yang kamu ambil, melainkan keterampilan (termasuk soft skill) serta pengalaman. Tipe kandidat seperti itulah yang lebih dicari oleh Google.

Jadi, IPK yang kurang memuaskan atau gelar sarjana yang belum di tangan sama sekali tak perlu membuatmu berkecil hati. Yang penting, kamu gigih dan punya kemauan untuk belajar. Buat kamu yang kuliah, jangan cuma fokus untuk dapat IPK tinggi doang. Gunakan waktu empat tahunmu untuk mempelajari hal lain di luar kelas, dan dapatkanlah pengalaman baru yang akan membangun karaktermu.

Baca sepuasnya konten-konten pembelajaran Masterclass Hipwee, bebas dari iklan, dengan berlangganan Hipwee Premium.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pengagum senja dan penggubah lamunan menjadi kata. Doyan makan pisang goreng di sela-sela waktunya.