Orang selalu bilang, “Lupakan. Ikhlaskan. Hidup kalian toh sudah tak lagi saling bersinggungan.” Tapi sedari dulu saya lebih memilih percaya pada hal-hal baik yang terkadang naif dan terdengar sulit dipahami. Termasuk soal terus mendoakanmu sampai hari ini.
Jangan terkikik dan tinggi hati karena merasa saya masih menyimpan hati. Ini jauh lebih dalam dari sekadar mengajukan permohonan untuk orang yang dicintai. Mendoakanmu, malah jadi mantra bagi saya untuk menyembuhkan diri sendiri. Setelah sedalam itu kamu meninggalkan lebam di hati, serpih-serpih doa perlahan melekatkannya kembali.
Ini memang terdengar gila sekali. Karenamu saya sempat tidak pernah percaya bahagia akan datang lagi. Tapi saya malah terus berharap semoga Tuhan tak pernah lupa menjagamu saban hari.
ADVERTISEMENTS
Semoga engsel hatimu dijaga Tuhan kali ini. Agar kau tak gegabah memasukkan orang hanya demi menghalau sepi
Hatimu adalah lumpur hisap paling berbahaya yang pernah pernah saya tahu. Sekali pintunya terbuka, rasa sakit pun bisa mudah terhalau karena tersapu nyaman di situ. Rasa kurang dihargai bisa tak nyeri di hati saat dikaburkan oleh candaanmu. Kenyataan bahwa diri ini tak jadi prioritas anehnya membuat saya pernah merasa tetap pantas bertahan di situ.
Kamu memang tidak tegas. Dan ketidaktegasan itu adalah bedebah paling beringas.
Selepas lewat dari penyintasan yang sempat membuat diri lupa hati ini bisa terisi lagi, barulah saya menyadari bahwa kamu hanya tak bisa melawan sepi. Pasangan ada bukan untuk mengisi setapak yang sejalan soal visi. Kamu hanya takut sendiri. Dan ketakutanmu itu pernah membuat saya meringkuk seperti siput karena kehilangan hati. Semoga Tuhan menjaga engsel hatimu kali ini. Tidak ada orang lain yang layak disakiti hanya karena kamu enggan mengakrabi sepi.
ADVERTISEMENTS
Sungguh-sungguh saya minta agar rengkuhNya selalu dekat. Kali ini datarnya harimu tak perlu dilawan dengan percabangan yang pepat
Jatuh cinta tak harus selalu terasa seperti air terjun, Sayang. Rasa yang baik membuat kita nyaman dalam segala kondisi. Bahkan waktu kita bisa duduk saja tanpa bicara, kemudian saling memahami ekspresi.
Kamu pernah belingsatan karena merasa sudah kekurangan tantangan. Kemudian membuka cabang yang diharap bisa jadi jawaban.
Dulu saya sempat bertanya, “Apa kurangnya saya? Kenapa kamu tak pernah merasa saya cukup sebagai manusia?” Menyalahkan diri sendiri jadi pertahanan saya sekian lama. Namun kini saya tahu jawabannya. Kamu saja yang terlalu pecundang untuk bertahan dalam kenyamanan lama-lama. Hatimu sesungguhnya rapuh pada komitmen dan cinta. Atau sesederhana, hatimu masih selalu mencariNya yang tak rutin kau sambangi sebagai Hamba.
Selepas kamu pergi, ada doa yang selalu saya panjatkan saban hari. Semoga rengkuhanNya terasa lebih dekat saat ini. Saat rasa jengah itu datang semoga kali ini kamu tahu ke mana harus pergi. Bukan mencari distraksi yang ujungnya menyakiti salah satu hati.
ADVERTISEMENTS
Semoga, hanya saya yang Tuhan buat percaya pada kata “selamanya.” Tak ada lagi yang layak sakit karena beberapa silabel sederhana. Untuk itu, saya tak akan berhenti berdoa
Kemampuanmu memberi janji harus diakui layak membuat siapapun angkat topi. Kamu adalah rajanya persuasi. Kontak matamu tak pernah gagal meluluhkan hati.
Di sampingmu saya sempat percaya bahwa satuan “selamanya” akan ada. Kita sudah berbincang soal menjadi tua bersama, bagaimana kamu akan mengecup garis putih yang makin nyata di paha saya, tentang saya yang tak keberatan memeluk perutmu yang makin buncit tiap malamnya.
Namun ternyata selamanya untukmu itu seperti kerupuk yang seperti angin saja. Pffft ia melempem dan menguap begitu saja. Meninggalkan ia yang percaya ternganga lama.
Semoga Tuhan hanya memberikan kedunguan itu pada saya. Tak perlu lagi ada orang lain yang merasa dibodohi oleh kata yang seharusnya sakral maknanya.
Kamu jelas sudah tak signifikan lagi. Tapi saya masih mendoakanmu sampai hari ini. Kamu sudah tahu ini bukan karena urusan hati. Doa yang tak henti-henti menyembuhkan hati. Doa ini juga menjaga mereka yang kelak kembali kau sakiti.